Jakarta – Indonesia Corruption Watch (ICW) menyoroti polemik desa fiktif yang beberapa waktu lalu sempat diungkapkan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Peneliti ICW Egi Primayogha menyatakan kasus tersebut perlu diselesaikan dengan segera.
Pasalnya, ICW mencatat korupsi Dana Desa yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Catatan ICW, korupsi Dana Desa pada 2015 mencapai 22 kasus. Kasus tersebut meningkat menjadi 48 kasus pada 2016 dan naik lagi menjadi 98 dan 96 kasus pada 2017 dan 2018.
Dengan kata lain, korupsi Dana Desa selama 2015-2018 mencapai 252 kasus.
Seiring dengan peningkatan tersebut, ICW mencatat jumlah kepala desa yang terjerat korupsi di desa juga ikut naik. Catatan mereka, sebanyak 214 kepala desa tersangkut kasus korupsi selama periode tersebut.
Rinciannya adalah: 15 kepala desa terjerat pada 2015, 61 terjerat pada 2016, 66 terjerat pada 2017, dan 89 lainnya terjerat pada 2018.
Kasus-kasus korupsi dana desa ini meliputi penyalahgunaan anggaran, laporan fiktif, penggelapan, penggelembungan anggaran, dan suap. Kasus korupsi anggaran desa ini menyebabkan total kerugian negara mencapai Rp107,7 miliar.
Menurutnya, pemerintah seharusnya serius menyelesaikan permasalahan korupsi dan desa fiktif dan bukan saling sanggah.
“Namun, alih-alih berupaya menuntaskan permasalahan, sejumlah instansi pemerintah justru saling sanggah perihal desa fiktif. Semua pihak mestinya serius menyelesaikan permasalahan ini,” kata Egi dalam sebuah pernyataan yang diterima CNNIndonesia.com, Sabtu (16/11).
ia menyebut instansi yang berwenang seperti Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Desa PDTT, Kementerian Keuangan, BPK, dan aparat penegak hukum harus turun tangan untuk memeriksa secara langsung dugaan desa fiktif.
“Pemeriksaan harus dilakukan secara menyeluruh, tidak hanya mencakup desa-desa terindikasi fiktif yang namanya kadung tersebar di publik luas,” katanya.
Beberapa desa yang diduga fiktif diantaranya tiga desa di Konawe, Sulawesi Tenggara dan tiga desa di Nias Barat, Sumatera Utara.
Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Desa PDTT juga dinilai mesti bertanggung jawab terhadap pendataan, mulai dari verifikasi, pengawasan, pembinaan, dan sinergi antar instansi.
Kementerian Keuangan juga harus konsisten memperketat mekanisme pencairan. ICW meminta Kementerian Keuangan menghentikan kucuran dana desa apabila terdapat penyelewengan terkait penyaluran dana desa. Sanksi juga patut diberikan kepada aparat pemerintah di tingkat kabupaten/kota atau provinsi.
Selain itu, BPK juga harus serius melakukan audit terhadap dugaan penyelewengan tersebut. Hasil pemeriksaan juga harus diumumkan kepada publik.
“BPK dan aparat penegak hukum perlu menelusuri aliran dana terkait permasalahan desa fiktif,” katanya.