JAKARTA – Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menilai kian melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat akan terus menekan industri tekstil. Dalam perdagangan Senin ini, rupiah di indeks Bloomberg anjlok 615 poin atau 3,85% ke Rp16.575 per USD dibanding posisi Jumat sebelumnya di Rp15.960 per USD.
Ketua Umum API, Jemmy Kartiwa, mengatakan anjloknya rupiah akan berdampak terhadap kenaikan harga bahan baku tekstil. Dan kenaikan harga bahan baku ini tidak sepadan dengan laju ekspor yang tengah loyo ditengah pandemi virus corona (Covid-19).
“Harga bahan baku bakal naik dan ini akan menekan produksi kita karena ekspor saja sudah menurun. Pastinya dampak rupiah ini akan membuat industri kehilangan omzet,” ujar Jemmy Kartiwa di Jakarta, Senin (23/3/2020).
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua API sektor Perdagangan Dalam Negeri, Chandra Setiawan meminta agar pemerintah condong memberi perlindungan kepada pelaku usaha domestik ketimbang membuka keran impor.
“Kami secara tegas menolak relaksasi impor, karena kita harus lebih fokus pada produsen dalam negeri untuk menjaga perekonomian Indonesia,” tandasnya.
Dia menambahkan bila relaksasi impor untuk industri kain dan pakaian jadi digulirkan, dikhawatirkan akan berdampak panjang dan mengekor untuk sektor-sektor lainnya.
“Relaksasi impor di barang pakaian jadi, maka itu akan memukul industri pakaian jadi lokal. Begitu juga kalau relaksasi impor kain, itu akan dampak buruk ke industri kain dan benang di hulu, dan seterusnya. Karena proses produksi tekstil ini panjang,” jelasnya.