CALANG – Kabupaten Aceh Jaya melakukan pengembangan plasma nutfah sapi serta membangun fasilitas pemurnian sapi Aceh di Pulo Raya, Kecamatan Sampoiniet, Kabupaten Aceh jaya sampai tahun 2023.
Keberadaan sapi Aceh tersebut ditetapkan melalui Keputusan Menteri Pertanian Nomor 2907/Kpts/OT.140/6/2011 tanggal 17 Juni 2011. Selain itu, ditetapkan bedasarkan Surat Keputusan Bupati Aceh Jaya Nomor 25 tahun 2011, dan Pulo Raya ditetapkan sebagai kawasan pemurnian plasma nutfah sapi Aceh sebagai salah satu rumpun sapi lokal di Indonesia.
Namun, kondisi pembangunan pemurnian sapi Aceh di Pulo Raya, Kecamatan Sampoiniet yang menargetkan 600-1000 ekor sapi tersebut saat ini sangat memprihatinkan. Dimana pembangunan perkantoran, perkandangan, jalan usaha tani, embung, tower air, rakit penyeberangan mengalami kerusakan parah bahkan tidak terurus.
Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum-Advoaksi dan Keadilan Aceh (LBH-AKA) distrik Aceh Jaya, Rahmat Fuadi mempertanyakan keputusan Menteri Pertanian Nomor: 2907/Kpts/OT.140/6/2011 tanggal 17 Juni 2011 dan Surat Keputusan Bupati Aceh Jaya Nomor 25 tahun 2011 tentang program nasional swasembada daging sapi/kerbau di Aceh. Dimana putusan itu dianggap sebagai salah satu rumpun sapi lokal yang harus di kembangkan. dalam hal itu Pemerintah telah menetapkan Pulo Raya Kecamatan Sampoiniet Kabupaten Aceh Jaya sebagai kawasan pemurnian Plasma Nutfah Sapi Aceh.
“Kami meminta kepada kepada pihak berwajib agar mengusut tuntas program pertenakan sapi Aceh tersebut yang telah berlangsung selama 5 Tahun (2011-2015) yang sampai saat ini belum jelas perkembangannya,” kata Rahmat.
Sementara itu, menurut beberapa orang masyarakat setempat, saat ini program tersebut gagal, padahal pemerintah telah membangun semua fasilitas Sarana dan Prasarana untuk menunjang keberhasilan program tersebut sampai menghabiskan uang miliaran rupiah.
“Setelah tempat itu dibangun, mulai dari kantor sampai tempat peternakannya, malahan tidak jadi dilakukan. Kami selaku masyarakat juga tidak tahu kenapa bisa jadi seperti itu,” Jelas narasumber yang tidak mau disebutkan namanya tersebut.
Saat ini, kondisi di Pulo Raya itu beserta aset penunjang raib, bahkan semua fasilitas sarana dan prasarana juga telah roboh bahkan tidak berfungsi lagi.
“Kami mendorong pihak berwajib agar dapat mempelajari persoalan itu atau dapat membuka kembali lembaran demi lembaran kasus itu, karena melihat Pulo Raya saat ini menjadi sebuah pulau terluar yang menjadi perhatian Menteri Kelautan,” Jelas Rahmat.
Rahmat sangat menyayangkan kondisi saat ini di Pulo Raya dikarenakan seolah-olah progam ini seperti tidak ada kejadian apa-apa padahal sudah menelan dana miliaran rupiah. Tidak hanya itu, Rahmat juga menyarankan kepada Camat setempat agar dapat melakukan pendataan aset yang masih tersisa di Pulo Raya tersebut, karena program ini telah berlangsung 5 tahun lalu. Jadi sangat disayangkan apabila dibiarkan begitu saja.