Oleh H. Roni Haldi, Lc
Corona adalah kiamatnya dunia. Apa benar pernyataan ini? Semenjak mewabahnya virus Corona atau Covid-19 beberapa bulan lalu hampir di seluruh negara di dunia, banyak berita yang telah dibaca banyak orang, bahkan tak sedikit pula ceramah oleh tokoh agama (Ustadz atau Tengku) yang berusaha sekuat tenaga mengaitkan wabah pandemik ini dengan tanda dunia tutup usia alias kiamat.
Jangan jauh-jauh sampai ke Italia dan jangan pula mengada-ngada karena kita tak menerima periwayatan cerita mutawatir. Saat wabah virus Corona memulai hangat dibincangkan di sudut- sudut perkotaan hingga pelosok pedesaan, cerita dampaknya menghadirkan ketakutan.
Ada sebagian masyarakat yang termakan akan info bahwa virus Corona adalah tanda kiamat sudah dekat.
“Kita harus menolaknya wabah virus Corona itu dengan melakukan memakai inai pada tiga jari tangan dan tiga jari kaki, memasak lemang dengan jumlah ganjil tak boleh genap; boleh 3,5,7 yang penting ganjil jangan genap, ditambah lagi tak boleh diberi apalagi diantar ke rumah orang lain walaupun saudara atau keluarga dekat, kalau mau menikmati lemaknya haruslah makan dirumah tempat lemangnya di masak.” dikisahkan oleh seorang ibu kepada saya.
Itu bukan cerita karangan saya atau saya buat-buat untuk menarik minat orang agar membaca tulisan ini. Tapi ini adalah kisah nyata hasil wawancara yang dikuatkan dengan sebuah pengakuan, tak hanya satu sumber bahkan lebih dari lima sumber terpercaya. Namun karena kode etik jurnalistik, maka saya sebagai penulis opini ini tidak dibenarkan untuk mempublis edentitas sumber informasi.
Yang menariknya, seakan isi ceramah atau kajian yang disampaikan oleh tokoh agama tersebut, walau lewat medsos karena social distanding, tetap memberi efek tepat sasaran. Buktinya, banyak orang yang melakukan ritual yang matanya penolak bala (wabah corona) walaupun yang melakukan tak paham atas apa yang telah dilakukan. Hanya dengan mengandalkan niat tulus berharap lindungan Allah Ta’ala agar dijauhakan dari penyakit tak tampak wujudnya (virus Corona).
Bagaimana semestinya seorang muslim menyikapi wabah corona? Seorang Muslim yang mengimani hari akhir mestinya lebih menyibukkan diri berbuat dan berkontribusi untuk memberikan kemaslahatan sebanyak-banyaknya kepada diri sendiri dan orang lain sehingga ia memiliki bekal untuk menghadap Allah SWT. Rasanya kurang elok kalau seorang Tokoh agama yang jadi panutan keilmuan ditengah-tengah masyarakatnya lebih menyibukkan diri dengan berusaha memprediksi bahkan meramalkan secara detail kapan terjadinya hari kiamat. Padahal Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam yang sangat dicintai Allah saja ketika ditanya oleh malaikat Jibril alaihi salam, “Kapan kiamat?” Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam hanya menjawab, “Tidaklah yang ditanya lebih tahu dari yang ditanya.” Sebuah ungkapan ketidaktahuan dan minusnya ilmu tentang kapan terjadinya hari kiamat.
Cukuplah kita mengambil contoh dari Khatimun nabiyyin Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam, yang memberikan panduan kepada kita untuk selalu berbuat dan berkontribusi dalam situasi apapun, bukan mengompor-ngompor masyarakat bahwa kiamat sudah sangat dekat, sehingga ada yang memasang Inai di tiga hari tangan dan kakinya ditambah lagi munculnya gerakan memasak lemang ganjil sebagai ritual penolak bala virus Corona. Padahal yang sudah sangat dengan sekarang adalah bulan suci Ramadhan. Akibatnya masyarakat semakin jauh dari keridhaan Allah Ta’ala, lebih tinggi tingkat ketakutannnya kepada virus Corona daripada takut kepada Allah Ta’ala.
Terkait sikap kita terhadap situasi seperti itu, mari kita pedomani sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam :
إِنْ قَامَتِ السَّاعَةُ وَ فِي يَدِ أَحَدِكُمْ فَسِيْلَةٌ فَإِنِ اسْتَطَاعَ أَنْ لاَ تَقُوْمَ حَتَّى يَغْرِسَهَا فَلْيَغْرِسْهَا
“Sekiranya hari kiamat hendak terjadi, sedangkan di tangan salah seorang di antara kalian ada bibit kurma maka apabila dia mampu menanamnya sebelum terjadinya kiamat maka hendaklah dia menanamnya.”
(HR. Imam Ahmad 3/183, 184, 191, Imam Ath-Thayalisi no.2068, Imam Bukhari di kitab Al-Adab Al-Mufrad no. 479 dan Ibnul Arabi di kitabnya Al-Mu’jam 1/21 dari hadits Hisyam bin Yazid dari Anas Radhiyallahu ‘Anhu).
Kiamat sudah pasti akan terjadi, walau ilmu tentangnya tak seorang pun jua punya. Keyakinan kita akan terjadinya hari kiamat adalah bagian dari Rukun iman yang enam perkara jumlah nya, tentu wajib kita percaya. Sekiranya saja kiamat terjadi esok hari, sedangkan bibit kurma yang ada ditangan saja disuruh tanam oleh Rasulullah, apatah lagi melakukan amal-amal shalih lainnya. Setiap wabah yang melanda pasti ada batas berakhirnya, tugas kita bukan memikirkan berandai-andai kapan waktunya kiamat tiba. Tapi tugas kita adalah berikhtiar dan berdo’a semampu kita agar keluar dan bangkit dari himpitan musibah wabah yang melanda, sekalipun esok kiamat nyata ada.
Ketakutan kepada wabah virus Corona atau Covid-19 semestinya mendorong kita untuk bangkit mencegahnya dengan segala daya upaya, bukan justru takut yang mengalahkan ketakutan kita kepada Allah Ta’ala Yang Maha Menguasai dan Memiliki segalanya. Jadikan musibah wabah ini sebagai muhasabah akidah bukan menambah wabah akidah.
*Penghulu Muda KUA Kec. Susoh, Abdya dan Anggota IKAT (Ikatan Alumni Timur Tengah) Aceh.