BANDA ACEH – Tokoh muda Simeulue, Rahmad Ardiansyah, meminta plt gubernur Aceh untuk meninjau ulang status kabupaten tersebut yang masuk dalam kategori zona merah untuk penyebaran Covid di Aceh.
Simeulue ditetapkan dalam zona merah melalui Surat Edaran (SE) Gubernur Aceh Nomor 4410/7810 tanggal 02 Juni 2020.
“Penetapan Simeulue dalam Zona Merah jelas memiliki dampak konsekuensi terhadap aktivitas social ekonomi masyakat disana untuk beberapa waktu kedepan. Karna jika sudah status Zona Merah, maka akan ada pembatasan aktivitas social ekonomi disana, aktivitas sekolah belum bisa dibuka, pelaksanaan Ibadah di tempat ibadah akan dibatasi, aktivitas social akan dibatasi, karna harus mengikuti protokol kesehatan. Padahal saat ini sedang digalakkannya program ketahanan pangan oleh pemerintah setempat melakui program Khumaha Heba, yang baru dicanangkan beberapa hari lalu, tentunya akan terganjal jika nantinya sudah masuk dalam status Zona Merah karna aktivitas masyarakat untuk turun ke sawah juga akan dibatasi jika mengacu pada aturan protokoler yang ada,” ujar Rahmad.
Menurutnya, begitu juga dengan pergerakan orang dari dan ke Simeulue, tentu akan juga berdampak. Sementara aktifitas ekonomi disana semua kebutuhan masih bergantung dengan pasokan dari luar.
“Belum lagi mahasiswa dan masyarakat kita yang akan berangkat keluar daerah ke Banda Aceh dan daerah lainnya, tentu dengan status Zona Merah maka akan terkena pemberlakuan penanganan khusus terhadap mereka baik saat tiba di Simeulue maupun tiba di daerah tempat mereka mengenyam pendidikan. Kalau sudah seperti ini, masyarakat juga yang dirugikan jadinya.”
“Sepengetahuan kami saat ini kondisi penyebaran COVID-19 di Simeulue cukup terkendali. Beberapa waktu lalu kita juga ikut hadir pertemuan virtual dengan Gugus Tugas COVID-19 di Simeulue, menurut penjelasannya saat ini kondisi Simeulue baik-baik saja. Benar bahwa baru-baru ini ada 2 orang yang dinyatakan positif dan dirujuk ke Banda Aceh, namun cukup terkendali. Ketibaan mereka di Simeulue langsung tertangani, tidak sempat berinteraksi dengan masyarakat lainnya, langsung dibawa ke Rumah Sakit dan sudah tertangani dengan baik. Apakah karena ini kemudian menetapkan Simeulue dalam zona merah?” ujar Sekretaris Himas Banda Aceh ini.
Kata Rahmad, penjelasan pemerintah bahwa terbitnya Surat Edaran itu dimana Simeulue masuk zona merah di dalamnya merupakan keputusan pusat dan Aceh hanya ikut saja terkesan lari dari tanggung jawab untuk memberikan informasi yang akurat dan kepastian hukum bagi masyarakat yang berada di daerah yang masuk dalam status Zona Merah.
“Masak hanya menyampaikan bahwa itu sudah diatur pusat dan Aceh hanya ikut saja? Harusnya Pemda Aceh proaktif untuk menjelaskan kepada pusat tentang keadaan riil di daerah seperti kabupaten Simeulue, sehingga keputusan terkait kebijakan penangunggulanan COVID-19 ini tepat dan dapat diimplementasikan dengan baik. Jika merujuk pada Kepmendagri Nomor 40 – 830 Tahun 2020, harusnya Kadis Kesehatan Aceh lebih paham bahwa ada bebera kriteria dalam penetapan status sebuah daerah. Disitu cukup jelas disebutkan mengenai indikator penetapan status pandemi suatu daerah. Bahkan diuraikan juga peran dan posisi pemerintah kabupaten/kota dalam penetapan status zonasi, lantas mengapa di media menyampaikan tidak tahu kriteria? Ini kan aneh jadinya.”
“Untuk itu, kita meminta kepada Gubernur Aceh agar mencabut status Simeulue dari status Zona Merah, dan mengembalikannya ke status hijau seperti yang sudah berjalan selama ini. Dalam penanganan pandemic Covid-19 ini, dengan status Zona Hijau saja sudah cukup terkendali.”