Mawardi sebenarnya bukanlah politisi kemarin sore. Biodata dirinya dipenuhi seabrek jabatan public. Ia suka isu kontroversial tapi hal ini pula yang membuatnya sering terjebak dengan scenario kurang matang yang dihembusnya sendiri. Ia berkali-kali terjebak dalam lubang yang diciptakannya sendiri.
Akhir November 2018 lalu, netizen Indonesia hangat dengan pembahasan soal surat bupati Aceh Besar yang membuat surat edaran yang dikirim ke seluruh manajemen maskapai yang menggunakan SIM, seperti Garuda Indonesia, Lion Air, Batik Air, Citylink Air, Sriwijaya Air, Wings Air, Asia Air dan GM firefly.
Mawardi mengeluarkan kebijakan yang mengharuskan seluruh pramugari yang mendarat di Bandara Sultan Iskandar Muda, di Aceh Besar, untuk mengenakan jilbab.
Kebijakan ini disambut pro dan kontra. Ada yang mendukung tapi juga banyak yang menilai kebijakan ini tak lebih dari scenario pencitraan semata. Pasalnya, pada pelaksanaan PORA di Aceh, kebanyakan atlet yang mewakili Aceh Besar justru tak memakai jilbab seperti harapan Mawardi.
Kebijakan Mawardi inilah yang dianggap plin-plan.
Tak hanya soal hijab Pramugari, kasus ‘medan magnet’ di Blang Bintang juga ikut menyeret Mawardi Ali ke lubang yang sama.
Saat isu soal medan magnet jadi pembicaraan public, bupati Aceh Besar itu langsung ke lokasi dengan membawa serta sejumlah wartawan. Mungkin maksudnya ingin kecipratan tenar dari ‘medan magnet’ Blang Bintang.
“Jangan ditanya mengenai kemisteriusan lokasi ini, banyak teori dan hipotesatentang bukit ini,” ujar Mawardi Ali di lokasi di awal Januari 2020.
Namun hanya sehari usai pemberitaan kedatangan Mawardi ke lokasi ‘medan magnet’ Blang Bintang, petugas dari pemerintah Aceh dan para penelitian dari Universitas Syiah Kuala, justru menyimpulkan hal sebaliknya.
Para pakar ini mengatakan, tayangan video yang memperlihatkan mobil dan beberapa benda terlihat ditarik ke jalanan mendaki, itu bukan karena magnet. Hal itu, menurut pakar ini, karena struktur tanah di sana yang miring.
Peneliti TDMRC Dr Muksin Umar mengaku menerima pertanyaan terkait anomali magnetic yang kuat di sini.
“Hari ini, kita coba buktikan dengan menggunakan beberapa alat untuk menggukur struktur tanah di sini,” ujar dosen Fisika MIPA Unsyiah ini.
Tim itu menggunakan sejumlah peralatan seperti klinometer yang merupakan alat sederhana yang digunakan untuk mengukur sudut elevasi.
“Nah dari hasil penggukuran kemiringan, jalan ini emang miring. Kalau misalkan ada mobil akan turun sendiri,” katanya.
Dia melanjutkan, alat sederhana lain yang digunakan bertujuan untuk mengukur sudut elevasi antara garis datar dan garis yang menghubungkan sebuah titik pada garis datar dengan titik puncak sebuah objek.
Aplikasi ini, kata Muksin, digunakan untuk mengukur tinggi suatu objek dengan memanfaatkan sudut elevasi. “Hasil dari alat klinometer ini kita bisa melihat tingkat kemiringannya. Berdasarkan hasil penggukuran, kita peroleh kemiringan tiga sampai lima meter,” ujarnya.
Alat terakhir yang digunakan adalah teslameter. Ini merupakan alat pengukur medan magnet portable instrumen yang menggunakan bagian probe untuk mengukur kepadatan fluks magnetik menggunakan masa gauss, tesla atau ampere/meter. “Alat ini mampu mengukur statis (dc) medan bolak-balik (ac),” katanya.
Tim itu menyimpulkan, tidak ada yang luar biasa, dan terlihat angka 41 tidak begitu besar, tidak ada anomali luar biasa. Kalau mengandung magnet, angkanya jauh,” ia menimpali.
Karena itu, para peneliti itu menyimpulkan,fenomena mobil berjalan sendiri bukan karena tarikan magnet, tapi murni karena faktor kemiringan.
“Tidak ada unsur medan magnet yang tersimpan dalam perut bumi di Aceh Besar,” simpulnya.
Statemen ini seakan membungkam Mawardi Ali. Bupati Aceh Besar itu kembali jadi sorotan di media social.
Terkait statemen dari dinas provinsi dan pakar Unsyiah, Mawardi Ali mengaku geram karena dinilai ikut campur dalam pengembangan wisata di Aceh Besar.
Ini rencana Mawardi untuk menenarkan Blang Bintang lewat Jabal Magnet gagal. Hal ini diungkapkan Mawardi dalam sebuah video saat peresmian kawasan wisata yang juga di Blang Bintang.
Kini, usai dua isu blunder tadi, kembali muncul surat edaran Mawardi yang mewajibkan para ASN dan tenaga kontrak plus keluarga untuk follow akun Instagram @humasacehbesar.
Terkait hal ini, Ketua Fraksi PA DPRK Aceh Besar, Juanda Djamal, menilai kepemimpinan Mawardi Ali selaku bupati Aceh Besar, belum menunjukan adamya program yang monumental. Yang terjadi dan ditemukan jejak digital selama ini justru upaya pencitraan tapi ujung-ujung justru mempermalukan diri sendiri.
Pemerintahan Mawardi dinilai minim terobosan tapi paling banyak blunder yang mempermalukan diri sendiri.
Sebagai contoh medan magnet di Aceh Besar dan surat edaran terbaru soal kewajiban ASN dan tenaga kontrak untuk mengikuti akun instagram @humasacehbesar.
“Edaran ini menjadi bukti bahwa Bupati Aceh Besar semakin disorientasi dalam memimpin Aceh Besar,” ujar Juanda kepada atjehwatch.com, Jumat pagi 3 Juli 2020.
“Ada banyak hal hal yang mendasar yang mesti bupati ambil, terutama menyangkut dengan kepentingan masyarakat seperti irigasi supaya air terdistribusi dengan cukup ke seluruh persawahan, memastikan jaminan pasar daripada hasil produksi pertanian dan bahkan problem-problem layanan dasar, baik di Pulo Aceh maupun daratan,” kata Juanda.
Menurutnya, ada permasalahan lain yang juga sangat penting adalah pengelolaan manajemen birokrasi itu sendiri.
“Hari ini, manajemen birokrasi tidak efektif, pengawasan dan evaluasi atas implementasi program-program pembangun tidak berlangsung efektif. Smestinya langkah ini yang mesti diutamakan oleh bupati.”
“Sejauh ini belum ada program kepemimpinan Mawardi yang monumental yang bisa ditunjukkan, padahal dalam setahun terakhir pihak DPRK sangat membuka ruang terbangunnya komunikasi strategis dalam melahirkan gagasaN strategis memajukan Aceh Besar,” kata mantan aktivis kemanusiaan ini.
Sementara itu, di luar statemen Juanda, Mawardi sendiri tak pernah mengawasi setiap implementasi dari surat edarannya. Soal hijab pramugari misalnya, hingga pertengahan 2020, sejumlah maskapal yang terbang ke Aceh, para pramugari masih tak mengenakan hijab seperti permintaan Mawardi.