Banda Aceh – Sejak Dinas Dayah didirikan, setiap dayah di Aceh, berkisar antara 10 hingga 30 orang guru pengajian biasanya menerima honor. Artinya honor ini diterima secara terbatas oleh guru-guru pengajian di Aceh berdasar tipe dayah masing-masing.
Meski terbilang minim, dapat dikatakan bahwa honor ini merupakan semacam apresiasi Pemerintah Aceh terhadap jasa guru-guru dayah yang selama ini ikhlas mengajar. Akan tetapi tahun ini, sejak Januari hingga Juli 2020, insentif atau honor guru-guru dayah belum juga dicairkan oleh Dinas Pendidikan Dayah Aceh.
Honor yang harus dibayar oleh Dinas Dayah Aceh kepada guru-guru pengajian ini tidak besar, biasanya berkisar antara tiga ratus hingga lima ratus ribu per orang dalam satu bulan.
Hal ini disampaikan Sekretaris Sentral Aktivis Dayah untuk Rakyat (SADaR) Kota Banda Aceh, Rahmat Ferdiansyah.
Ia mengaku pihaknya telah menerima laporan dari beberapa guru pengajian hingga pimpinan-pimpinan dayah bahwa Dinas Dayah Aceh sejak Januari 2020 tidak lagi membayar honor kepada guru-guru pengajian.
Hingga saat ini, SADaR belum mengetahui penyebab tidak dibayarnya honor untuk guru-guru dayah ini.
“Sempat beredar kabar, bahwa honor untuk guru-guru dayah ini dipotong dengan alasan pengalihan untuk dana Covid-19,” kata dia.
“Jika kabar ini benar, Rahmat meminta agar Dinas Dayah Aceh untuk tidak memangkas honor milik guru-guru dayah. Honor ini jumlahnya kecil sekali, mengapa harus dipotong.”
“Jika memang harus dipangkas, mengapa pihak dinas tidak memangkas pos anggaran lain seperti anggaran perjalanan dinas yang membengkak,” ujar Rahmat.
Rahmat juga menambahkan, guru-guru dayah ini juga ikut terkena dampak Covid-19. Seharusnya Dinas Dayah Aceh turun membantu guru-guru dayah, jangan malah honor milik mereka yang dipotong.
Oleh karena itu, SADaR meminta agar Dinas Dayah Aceh tidak bersikap zalim terhadap nasib guru-guru dayah di Aceh.
“Di tengah kondisi pandemi seperti ini, Dinas Dayah Aceh seharusnya bisa mengambil langkah-langkah lebih bijak dalam membina dan mengayomi guru-guru dayah.”