BANDA ACEH – Pengamat Pemerintah Aceh, Nasrul Zaman, menilai kinerja tim gugus Covid-19 di Aceh masih sangat lemah. Padahal, kata dia, anggaran penanganan Covid-19 di Aceh termasuk paling besar di Indonesia.
‘Dana besar tapi kemampuan kurang,” ujar Nasrul Zaman.
Menurutnya, terdapat lima provinsi yang mengalokasikan dana yang besaruntuk penanganan Covid-19.
Lima provinsi itu masing-masing Jakarta (Rp 10.640.901.596.980), Jawa Barat (Rp 8.013.708.790.648), Jawa Timur (Rp 2.391.097.521.006), Jawa Tengah (Rp 2.126.915.747.000) dan Aceh (Rp 1.792.367.796.000).
“Alangkah lega rasanya jika kemampuan Refocusing itu juga menurun pada kemampuan membangun strategi penanganan dan pencegahan covid-19 di Aceh.”
“Kita berharap dana sebesar itu mampu membangun gerakan bersama yg hebat dalam penanganan dan pencegahan covid-19.”
“Namun apa yang kita temukan sekarang, Pemprov Aceh belum membangun kerjasama yang berkesinambungan dan saling menguatkan dengan dua laboratorium PCR yang ada yaitu Lab FK Unsyiah dan Lab Litbangkes. Buktinya lab Litbangkes saat ini sudah berhenti sedang lab Unsyiah sampai saat ini belum meningkat kapasitas kemampuan periksanya yaitu 200-500 sample/hari saja.”
“Bukankah untuk mempercepat kemampuan melokalisir covid-19 maka yang perlu dilakukan adalah melakukan swab massal pada seluruh yang terkait dengan cluster terbentuk. Untuk itu kita rasanya tidak perlu persoalkan ada penambahan unit laboratorium, tapi cukup dengan menambah kapasitas periksa kedua lab tersebut hingga 1000-2000 sample per hari. Bukan malah mendiamkan lab litbangkes tutup seperti sekarang ini,” ujarnya lagi.
Kata Nasrul, kalau melihat trend grafik jumlah angka positif pada gugus tugas covid Aceh yang terus menaik, maka sulit bagi semua pihak untuk memprediksikan kapan waktunya akan turun karena ketidak mampuan melakukan blocking-blocking sebaran paparan di komunitas warga terutama pada komunitas yang sudah dinyatakan positif dalam waktu yang cepat.
“Saya berharap Pemerintah Aceh tidak boleh lambat dan kaku dalam bersikap untuk percepatan penanggulangan dan [encegahan covid-19 ini semakin mewabah di masyarakat.”
“Ada dua hal besar yang harus dilakukan. Pertama, lakukan edukasi pada warga secara TSM (terstruktur, sistematis dan massif). Sedangkan yang kedua, bangun unit laboratorium lain di 3 wilayah Aceh (Tenggara, Selatan dan Timur Aceh) atau tingkatkan kapasitas kemampuan periksa dari kedua lab yang telah ada sehingga setidaknya Aceh mampu memeriksa 1000-2000 sample/hari.”
“Untuk kerja dua kegiatan besar tersebut Pemerintah Aceh pasti tidak mampu melakukannya sendiri, oleh karena itu mari libatkan seluruh stakeholder secara resmi dan terikat dengan target-target tertentu. Harus dibangun kerjasama dengan seluruh ulama Aceh, dayah di Aceh, PTN/PTS yang ada, Ormas, OKP, Organisasi profesi (IDI, PPNI, dll) yang bergerak untuk melakukan edukasi secara massif di seluruh lapisan masyarakat Aceh. Jangan sampai masih ada warga yang malah mengira covid-19 ini adalah hoax semata,” katanya.