Jakarta – Politikus Partai Demokrat Mulyadi resmi mendaftarkan diri sebagai bakal calon Gubernur Sumatera Barat ke Komisi Pemilihan Umum Sumatera Barat. Mulyadi menggandeng politikus Partai Amanat Nasional Ali Mukhni yang sudah dua periode menjabat Bupati Pariaman.
“Segala persyaratan insya Allah sudah lengkap dan sudah kami konsultasikan,” kata Mulyadi sebelum memasuki kantor KPU Sumatera Barat pada Ahad sore, 6 September 2020, dikutip dari langgam.id.
Mulyadi-Ali Mukhni mendaftar ke KPU dengan modal dukungan Partai Demokrat dan PAN. Keduanya memutuskan ‘meninggalkan’ Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang sebelumnya turut menjadi partai pengusung, setelah polemik pernyataan Ketua DPP PDIP Puan Maharani terkait Sumatera Barat dan Pancasila.
Mulyadi dan Ali Mukhni merupakan putra asli Sumatera Barat. Mulyadi lahir di Bukitinggi, Sumatera Barat, pada 13 Maret 1963. Ia menempuh pendidikan dasar dan menengah di Sumatera Barat dan SMA di Bandung, Jawa Barat. Bergelar Sarjana Muda Teknik Lingkungan dari Akademi Teknik Pekerjaan Umum (ATPU) Bandung (1987), ia mengambil jurusan Teknik Lingkungan di Universitas Trisakti hingga sarjana (1994).
Mengawali karier sebagai konsultan di bidang lingkungan, Mulyadi kemudian menjadi direktur dan komisaris di sejumlah perusahaan. Yakni Direktur PT Teifin Prima Rekayasa (1995-1996), Direktur Utama PT Adicitra Mulyatama (1996-2009), Komisaris Utama PT Adicitra Mulyatama (2009-2010).
Mulyadi bergabung dengan Partai Demokrat dan tercatat mulai menjadi pengusus sejak 2005. Adapun kariernya sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat dimulai pada 2009. Ayah dua anak ini kembali lolos ke Senayan dalam dua pemilihan legislatif berikutnya. Saat ini, dia duduk di Komisi III DPR yang menangani bidang hukum.
Selain berpartai, Mulyadi juga pernah aktif di sejumlah organisasi. Ia pernah menjabat Wakil Ketua Umum Dewan Pengurus Nasional Ikatan Nasional Konsultan Indonesia (Inkindo) pada 2002-2006, Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Persatuan Konsultan Indonesia (Perkindo) pada 2006-2012, Ketua Dewan Pembina Perkindo pada 2012-sekarang, dan Wakil Ketua Komite Tetap Bidang Konstruksi dan Konsultasi Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) pada 2008-2010.
Pada Januari lalu, Mulyadi sempat disorot publik setelah tertangkap kamera tengah turun dari mobil dengan pelat nomor khusus Kepolisian Republik Indonesia. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Sumatera Barat, Komisaris Besar Satake Bayu ketika itu membenarkan foto itu benar adanya.
“Betul ada kejadian seperti itu. Tapi saat dihampiri petugas langsung diganti pelat nomornya,” kata Satake pada Sabtu, 18 Januari 2020. Namun Satake mengatakan Kepolisian tak mengetahui dari mana Mulyadi mendapatkan plat nomor itu. Apalagi Toyota Fortuner hitam yang ditumpanginya milik pribadi, bukan aset Polri.
Menurut informasi yang didapat Tempo, foto tersebut diambil saat Mulyadi melakukan kunjungan kerja ke Kecamatan Guguak, Kabupaten Lima Puluh Kota, Provinsi Sumatera Barat, Senin, 13 Januari 2020 pukul 15.00 WIB, di rumah toko Ritel Mart.
Menurut sumber yang sama, Mulyadi menghadiri kegiatan temu kader dengan peserta kurang lebih 200 orang. Peserta yang hadir ada Ketua Dewan Pimpinan Cabang Demokrat Kabupaten Lima Puluh Kota yang juga merupakan kandidat bakal calon bupati setempat. Ada pula anggota DPRD Kabupaten Lima Puluh Kota, di antaranya Sastri Andiko Dt. Putiah dan Marshal.
“Menurut keterangan kader, tujuan utama Mulyadi ke Lima Puluh Kota adalah untuk ikut acara temu kader dalam pemenangan Mulyadi menjadi Gubernur Sumbar tahun 2020 dan Darman Sahladi menjadi Bupati Lima Puluh Kota,” kata Satake.
Mulyadi juga berselisih dengan Bupati Agam Indra Catri, yang maju sebagai calon Wakil Gubernur mendampingi Wakil Gubernur Sumatera Barat Nasrul Abit. Indra Catri dilaporkan simpatisan Mulyadi ke polisi lantaran dianggap berada di balik unggahan Facebook berisi foto Mulyadi bersama seorang perempuan.
Mulyadi mengklarifikasi bahwa perempuan dalam foto tersebut adalah istrinya. Namun ia mempersoalkan narasi yang seolah-olah membingkai perempuan tersebut bukan istrinya.
Saat ini, Indra Catri dan empat orang lainnya berstatus tersangka, termasuk Sekretaris Daerah Agam Martias Wanto, ES (58) yang merupakan pegawai di Pemerintah Kabupaten Agam, serta RH (50) dan RP (33) yang merupakan ajudan Indra Catri.