Jantho – Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo, Semuel Abrijani Pengerapan, mengatakan pengguna internet di Indonesia pada awal 2021 mencapai 202,6 juta jiwa. Total jumlah penduduk Indonesia sendiri saat ini adalah 274,9 juta jiwa. Ini artinya, penetrasi internet di Indonesia pada awal 2021 mencapai 73,7 persen. Kondisi ini kata dia membuat Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah terkait literasi digital.
Hal itu disampaikan Semuel dalam webinar literasi digital di Aceh Besar pada Kamis (3/6/2021) yang bertajuk Belajar Online: Bukan Hanya karena Pandemi, Melainkan Tuntutan Kemajuan Jaman.
Webinar ini diselenggarakan Direktorat Pemberdayaan Informatika Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo RI ini bertujuan untuk mendorong masyarakat menggunakan internet secara cerdas, positif, kreatif, dan produktif sehingga dapat meningkatkan kemampuan kognitifnya untuk mengidentifikasi hoaks serta mencegah terpapar berbagai dampak negatif penggunaan internet.
“Hasil survei literasi digital yang kita lakukan bersama Siberkreasi dan Katadata pada 2020 menunjukkan bahwa indeks literasi digital Indonesia masih pada angka 3,47 dari skala 1 hingga 4. Hal itu menunjukkan indeks literasi digital kita masih di bawah tingkatan baik,” katanya. Itu sebabnya kata dia webinar ini menjadi agenda yang amat strategis dan krusial, untuk membekali masyarakat Indonesia dalam beraktivitas di ranah digital.
Pada webinar yang menyasar para guru, pelajar dan mahasiswa ini berlangsung sukses dan dihadiri sekitar 600. Para pemateri yang dihadirkan, yaitu founder dan CEO start up Crayonpedia Hemat Dwi Nuryanto; Pengawas SMP pada Sinas Pendidikan dan Kebudayaan Aceh Utara Yusep Prihanto; akademisi komunikasi Cut Meutia Karolina; dan Associate Editor Buletin Pengabdian Universitas Syiah Kuala Deni Yanuar. Dihadirkan juga key opinion leader Ranitya Nurlita. Para narasumber memperbincangkan tentang empat pilar literasi digital, yakni digital culture, digital ethic, digital safety dan digital skill.
Hemat Dwi Nuryanto yang mengangkat topik Sukses Belajar Online dengan Kemampuan Literasi Digital memparkan bahwa Presiden RI sudah menginstruksikan mengenai transformasi digital.
“Keterampilan digital yang harus dikuasai pertama kali adalah membuat editing konten baik berupa documen, audio, maupun video. Banyak tools digital atau aplikasi yang dapat digunakan seperti Google Docs, Adobe Audition, Kine Master dan lainnya,” kata dia.
Hemat mengatakan, di era pandemi ini hal lain yang menjadi penting adalah aktivitas pembelajaran daring, yang juga dapat dibantu aplikasi seperti Google Classroom, Ruang Guru, dan Crayonpedia. Platform pembelajaran masa depan Crayonpedia merupakan hasil karya putra-putri Indonesia. Masalah-masalah yang diselesaikan oleh Crayonpedia adalah solusi terintegrasi PJJ seperti fasilitas streaming, video conference, content on demand, dan social function.
Sedangkan Yusep Prihanto melalui materi Digital Skill in Action: Sukses Belajar Online dengan Kemampuan Belajar Online memaparkan, semua lembaga pendidikan harus berupaya menambah dan mengembangkan prasarana dan sarananya yang berkaitan dengan masa pandemi ini. Orang tua juga harus meningkatkan kompetensinya dalam proses pembelajaran online. Literasi digital yang sudah dicanangkan oleh pemerintah juga termasuk dalam enam literasi dasar, ini merupakan syarat untuk kecakapan hidup. Guru memastikan bahwa PBM online tetap berjalan efektif.
Tips dari Yusep terkait belajar online ialah mengembangkan kreativitas dan inovasi di era digital, berkolaborasi dengan banyak orang di internet, berpikir kritis terhadap informasi yang diperoleh secara online, dapat memilih platform media sosial yang positif, serta mampu mengatur waktu kapan online dan kapan offline.
Senada dengan itu, Cut Meutia Karolina yang mengangkat topik Siapkah Kita Menjadi Pengajar & Pembelajar di Era Society 5.0? menerangkan, dalam poin society 5.0 terdapat berbagai unsur seperti manusia, kemajuan ekonomi, masalah sosial, dan cyberspace.
“Kita bisa melakukan apa saja di media digital seperti membaca berita, membeli tiket, mencari jodoh, mengecek suhu, dan lain-lain. Untuk mengukur apakah kita sudah terliterasi secara digital, ada enam komponen yang bisa dilihat yaitu bisa membedakan mana berita hoaks atau bukan, mana sumber belajar yang kredibel atau bukan, mana saja informasi yang dibuat-buat atau bukan, menggunakan media belajar dan self-development, beretika dalam komunikasi, lalu yang terakhir yaitu mengamankan identitas pribadi kita,” kata Karolina.
Selanjutnya, Deni Yanuar yang membahas topik Digital Ethics menjelaskan tentang tantangan para pendidik dalam mengajar generasi Z. Generasi Z ialah generasi yang lahir pada 1995 dan mereka saat ini memiliki rentang usia 26 tahun. Deni mengatakan generasi Z merupakan aset masa depan.
“Karena itu penting bagi para pelaku industri untuk memahami perilaku dan kebiasaan mereka. Karakteristik generasi yang lahir di era digital ini memiliki ambisi yang besar untuk sukses, berperilaku instan, cinta kebebasan, percaya diri, menyukai hal yang detail, dan digital dan teknologi informasi,” ujarnya.
Namun, kata dia efek dari penggunaan produk digital yang berlebihan ialah berkembangnya kejahatan berbasis siber dan bullying di kalangan pelajar dan mahasiswa. Jika seseorang telah memiliki kemampuan literasi digital yang cukup, kondisi ini bisa dihindari.
Di pengujung acara, Ranitya Nurlita selaku key opinion leader menyampaikan perlu sangat hati-hati dalam membuka link-link yang tersebar di jagat maya. Hal ini perlu dilakukan untuk menghindari terjadinya kebocoran data.
Para peserta mengikuti dengan antusias seluruh materi yang disampaikan dalam webinar ini. Terlihat dari banyaknya tanggapan dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada para narasumber. Salah satu peserta, Ade, menanyakan tentang apa itu big data dan bagaimana bisa mereduksi permasalahan yang terjadi.
“Seperti data yang bocor ke publik, hal ini dapat mengakibatkan takutnya masyarakat karena privacy-nya terganggu?” tanya Ade yang ditujukan pada Karolina dan ditanggapi dengan, “Kita sebagaimana pengguna dianjurkan untuk melakukan two step verification seperti di Whatsapp dan Facebook. Itu merupakan satu tindakan yang dapat dilakukan untuk mengamankan data tersebut,” jelas Karolina.
Webinar ini merupakan satu dari rangkaian 25 kali webinar yang diselenggarakan di kabupaten Aceh Besar. Masyarakat diharapkan dapat hadir pada webinar-webinar yang akan datang dan diselenggarakan pada 4 Juni 2021.[]