Penulis adalah dr. Asyriva Yossadania, mahasiswa S2 Program Studi Magister Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala. Email : asyriva12@gmail.com
Diabetes atau sering disebut kencing manis ialah penyakit dimana tubuh tidak dapat mencerna gula sebagaimana semestinya karena kekurangan insulin.
Insulin diproduksi oleh tubuh di organ pankreas. Ketika pembuatan insulin dalam tubuh tidak dapat digunakan efektif seperti pada Diabetes Melitus tipe 2 (DMT2) atau insulin sama sekali tidak diproduksi layaknya pada Diabetes Melitus tipe 1 (DMT1), maka akan timbul gejala-gejala khas kencing manis yaitu sering merasa lapar, haus, dan buang air kecil, serta yang sering ditakutkan adalah sulitya sembuh luka yang bila tidak ditangani dengan baik maka dapat menyebabkan hal yang tidak diinginkan seperti amputasi pada bagian tubuh yang mati akibat luka tersebut. Penyakit diabetes yang akan dibahas kali ini ialah Diabetes Mellitus tipe 2 (DMT2).
Lantas apa saja faktor risiko yang harus diwaspadai dari penyakit ini?
Diabetes dapat dicegah walau ada faktor-faktor yang tidak dapat diubah seperti genetik atau riwayat keluarga, ras, umur, dan jenis kelamin. Namun, dengan aktivitas fisik yang cukup, kontrol berat badan dan lingkar pinggar yang ideal, dan menghindari rokok dipercaya dapat mengurangi risiko diabetes sebanyak 35-53% sekurangnya dalam 5 tahun menerapkan pola hidup sehat.
Genetik memiliki peran penting dalam berkembangnya penyakit diabetes. Setidaknya 6 kali lipat lebih berisiko apabila dalam keluarga ada yang menderita penyakit ini. Namun, apakah hal ini sama sekali tidak dapat dicegah? Tentu saja bisa.
Pola makan kurang gula dan lemak terbukti menurunkan kejadian penyakit ini pada orang-orang dengan garis keturunan diabetes. Semakin muda usia penerapan pola hidup sehat maka akan semakin tinggi efek proteksi tubuh terhadap penyakit ini.
Beberapa penelitian seperti yang dilakukan di tahun 2020 menunjukkan bahwa risiko perempuan terkena diabetes sangat erat dengan usia. Bila terkena penyakit ini di atas umur 40 tahun biasanya komplikasi yang akan terjadi di kemudian hari tidak seburuk dibandingkan bila munculnya penyakit ini di usia yang lebih muda.
Terjadinya penyakit ini akibat umur diketahui akibat adanya proses penuaan serta kualitas fungsi organ dan hormonal. Perempuan dianggap lebih berisiko karena pola konsumsi yang cenderung lebih menyukai makanan atau minuman manis, serta olahan tepung walau sejatinya rasio perbandingan antara penderita diabetes perempuan dan laki-laki tidak jauh berbeda.
Konsumsi karbohidrat, protein dan lemak sejatinya akan disimpan oleh tubuh dalam sel otot untuk digunakan sebagai energi saat tubuh memerlukannya. Namun, apabila dikonsumsi secara berlebihan maka akan terjadi penumpukan dalam tubuh yang akan menyebabkan terjadinya obesitas. Obesitas tidak hanya menjadi isu terkini di Indonesia, namun juga secara global.
WHO telah menjadikan obesitas sebagai faktor risiko banyak penyakit tentu saja salah satunya ialah diabetes.
Pada tahun 2020, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) telah menetapkan obesitas sebagai epidemik. Di seluruh dunia diperkirakan jumlah penderita diabetes pada tahun 2045 akan mencapai 693 juta jiwa yang akan menjadi beban kesehatan negara yang berdampak pada kesehatan dan perekonomian masyarakat.
Berdasarkan Riskesdas pada tahun 2018, sebanyak 47,8% warga Indonesia makan makanan manis sebanyak 1-6 kali per minggu dan hanya kurang dari 8,5% masyarakat yang mengurangi konsumsi minuman manis. Angka yang cukup tinggi mengingat banyaknya angka kejadian diabetes di Indonesia.
Selain pola konsumsi yang tidak sehat, masyarakat Indonesia juga kurang melakukan aktivitas fisik yang dibuktikan dengan data bahwa hanya sebesar 7,4% masyarakat yang berolahraga berdasarkan hasil riset yang sama. Padahal dengan berolahraga atau aktivitas fisik yang rutin dapat meningkatkan kinerja insulin sehingga mencegah terjadinya diabetes serta dapat pula menurunkan risiko terjadinya penyakit kardiovaskular seperti jantung dan stroke.
Tak selalu soal faktor risiko, beberapa hal dapat menjadi faktor protektif (pelindung) dari penyakit kencing manis, salah satunya faktor lingkungan. Lingkungan seperti apa yang dapat mengurangi risiko terjadinya diabetes, salah satunya ialah lingkungan yang ramah pejalan kaki dan aman dari kejahatan.
Memperbanyak aktivitas fisik di luar ruangan saat paparan sinar matahari dengan indeks UVB dalam jumlah paling banyak dalam waktu 5-30 menit sehari dibutuhkan agar tubuh dapat membentuk vitamin D yang dibutuhkan tubuh untuk membantu metabolisme tubuh. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa vitamin D dapat meningkatkan kualitas hidup pada penderita penyakit kronis seperti diabetes, stroke dan jantung koroner, penyakit alergi dan autoimun, penyakit infeksi saluran pernafasan dan masih banyak lainnya.
Berdasarkan info BMKG, wilayah Aceh dengan paparan sinar matahari yang baik per juni 2021 adalah sekitar pukul 08.00 hingga 09.00 di pagi hari dan pukul 15.00 hingga 16.00 di sore hari. Meningkatkan kadar vitamin D dalam tubuh dapat menggunakan suplemen vitamin D.
Bila dengan standar kadar minimal yang sesuai dengan WHO saat ini, maka suplemen vitamin D rata-rata orang Indonesia yang diharapkan agar dapat memenuhi kebutuhan vitamin D tubuh secara adekuat ialah sekitar 800-1000 IU per hari (yang sebaiknya dikonsultasikan ulang dengan dokter karena dosis suplemen yang tepat berdasarkan pada kadar vitamin D dalam darah masing-masing orang berbeda).
Sangat disayangkan bila dihitung-hitung biaya yang harus dikeluarkan padahal Indonesia terletak di garis khatulistiwa yang kaya akan sinar matahari.
Di masa pandemi seperti saat ini, diabetes dapat menjadi sangat menyeramkan karena merupakan komorbid (penyakit penyerta) yang meningkatkan risiko kematian bila diderita oleh penyintas Covid-19.
Pengobatan menjadi sulit dan banyak yang harus dipertimbangkan bila memiliki diabetes sebagai penyakit penyerta. Beberapa obat yang diindikasikan untuk mengurangi gejala (khususnya pada gejala berat) Covid-19 tidak dapat digunakan atau memerlukan pemantauan sangat ketat untuk digunakan karena akan meningkatkan kadar gula dalam darah.
Beberapa kondisi dimana diabetes tidak terkontrol juga menjadi pertimbangan untuk pemberian vaksin, padahal vaksin amat bermanfaat dalam meningkatkan imunitas terhadap virus penyebab pandemi saat ini.
Sebanyak 90% orang yang terdiagnosis diabetes (khsusunya DMT2) berhubungan dengan gaya hidup dan sebagian besarnya dapat dimodifikasi dengan konsumsi makanan yang sehat.
Penelitian menunjukkan bahwa mengurangi konsumsi makanan manis, gula, makanan berlemak dan memperbanyak sayur dan buah menurunkan sekitar 28% kadar gula darah puasa serta secara signifikan mengurangi berat badan dan juga mengurangi dosis obat antidiabetes dan suntikan insulin dalam 7 hari masa penelitian.
Sedikitnya harapan untuk menghilangkan ‘image’ bahwa diabetes tidak dapat disembuhkan atau sekali terdiagnosis maka akan minum obat sepanjang hidupnya akan tercapai di kemudian hari. Sesuai dengan hadits bahwa setiap penyakit ada obatnya.
Pilihan menu yang sehat sudah banyak tersedia, informasi mengenai pola hidup sehat mudah didapat, serta sosialisasi mengenai diabetes sudah sering dan akan terus ditingkatkan. Walau usia dan menderita penyakit sudah menjadi ketetapan Allah SWT, ikhtiar perlu terus dilakukan.
Bermanis-manis di usia muda dan menderita diabetes kemudian, atau hidup teratur dan merasakan indahnya hidup sehat di masa tua kita yang tentukan.