BANDA ACEH – Juru Bicara Kaukus Peduli Aceh (KPA), Refan Kumbara, berharap agar KPK sebagai lembaga anti rasuah benar-benar bekerja maksimal.
Menurutnya, ini karena integritas dan kredibilitas KPK sedang diuji di Aceh.
“KPK harus berani menutup segala peluang kemungkinan negosiasi yang mengantarkan persoalan indikasi skandal mega korupsi di Aceh menemui jalan buntu,” ujar Refan dalam siaran persnya, Jumat 25 Juni 2021.
“Masyarakat Aceh berharap KPK tidak masuk angin di bumi berlabel syari’at Islam ini.”
Kata Refan, persoalan ini tidak terlepas dari besarnya harapan masyarakat di Aceh agar pencuri uang rakyat mendapat hukuman setimpal.
Selama ini, katanya, Aceh memiliki banyak anggaran tapi belum mampu menjawab persoalan kemiskinan di Aceh.
Faktanya, Aceh sudah berulang kali mendapat predikat termiskin di Sumatera. Padahal, selama 10 tahun terakhir (hingga 2020) telah didistribusikan anggaran Otsus Aceh sebesar Rp.88,7 Triliun, DAU sebesar Rp. 19,47 Triliun, PAD sebesar Rp. 31,55 Triliun dan dana lainnya sebesar 40,12 Triliun.
Tidak terjawabnya persoalan kemiskinan di Aceh, diduga salah satunya disebabkan oleh tingginya potensi indikasi korupsi. Sehingga anggaran yang begitu besar tersebut disinyalir hanya mengalir dan dinikmati segelintir pihak saja.
“Kehadiran KPK ke Aceh untuk melakukan penyelidikan terbuka diduga sangat erat hubungannya dengan sejumlah indikasi skandal mega korupsi di negeri berlabel syari’at Islam itu,” katanya.
Indikasi mega korupsi yang dimaksud diantaranya, pengadaan kapal Roro bernama Aceh Hebat dengan anggaran mencapai Rp 178 miliar, proyek MYC pembangunan 14 ruas jalan dengan anggaran mencapai Rp. 2,4 triliun, skandal alih fungsi Blok B yang berpotensi merugikan Aceh lebih dari Rp. 2 triliun, anggaran alokasi BTT penanganan Covid-19 sebesar Rp. 118 miliar dan anggaran refocusing APBA untuk penanganan covid-19 di Aceh dengan anggaran juga lebih dari Rp 2 triliun yang juga berpotensi rawan korupsi.
Belum lagi persoalan yang belakangan muncul terkait alokasi anggaran siluman berkode Apendix sebesar Rp. 250 miliar yang ditempatkan di Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh.
“Sejumlah indikasi skandal Mega korupsi diatas menjadi alasan kuat bagi masyarakat Aceh mendesak KPK untuk sesegera mungkin memanggil, mengusut dan meminta pertanggung jawaban Gubernur Aceh Nova Iriansyah sebagai pemimpin tunggal Aceh untuk bertanggung jawab secara hukum terkait indikasi korupsi yang telah terjadi di Aceh,” katanya.