Beberapa pria muda berkumpul di aula. Mereka memakai kemeja putih dan berkait sarung. Ada peci hitam di kepala masing-masing.
Pandangan mereka mengarah ke depan. Di sana ada pria berkacamata yang sedang memegang kain berwarna putih.
Dia adalah Teungku Syamsuar, salah satu dewan guru Fiqh dan Kitab Kuning. Di dekatnya, ada sesosok tubuh berbungkus kain kafan.
“Mohon diperhatikan baik-baik,” kata Teungku Syamsuar.
Tangannya dengan cekatan membungkus sosok tadi dengan kain di tangannya.
Sedangkan beberapa pria muda tadi tampak mengangguk berulangkali.
Mereka kemudian ikut membantu Teungku Syamsuar membungkus ‘mayat’ tahap demi tahap sesuai dengan fadhu kifayah.
Aktivitas ini terekam Sabtu 3 April 2021 lalu di Pesantren Modern Al Manar, kabupaten Aceh Besar.
Kegiatan tersebut sebagai salah satu bekal untuk santri sebelum menjadi alumni yang siap terjun ke masyarakat.
Pesantren modern Al Manar menggelar pelatihan tajhiz mayit (pengurusan jenazah) untuk santri kelas akhir.
Dalam praktek mengurus jenazah ini, santri diajarkan mulai dari thaharah atau membersihkan dari kotoran hingga tata cara memandikan dan mengkafani jenazah yang di asuh langsung oleh Teungku Syamsuar .
Kegiatan ini disambut antusias oleh para santri. Apalagi orang yang bisa tajhiz mayit kian sukar dicari di Aceh. Kegiatan tersebut merupakan satu dari serangkaian kegiatan yang berlangsung di Dayah Al Manar.
Program unggulan lainnya adalah tahsin dan tahfidz Alquran. Dua program ini menjadi andalan Al Manar.
+++
Dayah Al Manar sebenarnya bukanlah dayah baru di Aceh.
Dayah ini berada Gampong Lampermei, Kecamatan Krueng Barona Jaya Kabupaten Aceh Besar.
Pesantren ini didirikan atas prakarsa H. Azhar Manyak atau yang lebih dikenal Abu Manyak, seorang wirausaha kelahiran Aceh Besar yang sukses di dunia usaha sejak tahun tujuh puluhan.
Dari berbagai sumber diketahui, lembaga ini dibangun pada tahun 2000 atas dasar keprihatinan sosok tadi terhadap anak anak yatim piatu korban konflik.
Pada 1999 dengan niat yang tulus Abu Manyak berkomunikasi dengan Prof. Dr. Safwan Idris, MA (almarhum-red) yang pada saat itu beliau masih menjabat sebagai Rektor IAIN Ar- Raniry untuk mengutarakan niatnya membangun sebuah lembaga pendidikan yang santrinya terdiri dari anak-anak yatim. Melalui kumunikasi ini, Abu Manyak ingin mendirikan sebuah Panti Asuhan di Aceh Besar.
Atas saran Prof. Dr. Safwan Idris, MA pada waktu itu, agar lembaga pendidikan yang akan didirikan kelak dikelola oleh alumni Pondok Modern Gontor yang dianggap sudah berpengalaman dalam membina anak-anak dalam sistem beasrama.
Sehingga dalam hal ini Abu Manyak diminta untuk berkomunikasi dengan Alumni Gontor yaitu Tgk. H. Fakhruddin Lahmuddin selaku ketua Ikatan Alumni Pesantren Modern (IKPM) Gontor dan juga seorang teungku.
Syarifuddin selaku sekretaris IKPM mengenai kesanggupan mereka dalam membina lembaga pendidikan ini di kemudian hari. Ust. Fakhrudin akhirnya meminta waktu kepada Abu Manyak untuk dimusyawarahkan dengan beberapa anggota IKPM lainnya.
Setelah bermusyawarah dengan teman-teman alumni Gontor lainnya, serta melihat keseriusan dan pengorbanan Abu Manyak yang begitu besar maka Tgk. H. Fakhruddin mengatakan di hadapan teman-teman IKPM bahwa alangkah naifnya jika seseorang diberikan kelebihan ilmu walaupun sedikit tidak digunakan untuk membantu kemashlahatan umat, terutama membantu kelangsungan pendidikan anak-anak yatim. Maka pada waktu itu (sekitar 2000-red) teman-teman alumni Gontor tergugah hatinya dan menyanggupi untuk ikut serta dalam membina pesantren ini.
Maka pada tahun 2001 bulan Juli resmilah lembaga pendidikan ini dimulai. Lembaga ini bernama Pesantren Modern Al Manar.

Al Manar sendiri berasal dari kata Arab nawwara-yunawwiru yang atinya cahaya atau nur sedang manaara yang berarti tugu yang memancarkan cahaya, dengan penafsirannya bahwa Pesantren ini nantinya diharapkan dapat memancarkan cahaya bagi umat ini dalam melahirkan generasi Islam di Aceh khususnya dan di Indonesia serta ke seluruh penjuru dunia.
Kata-kata Al Manar juga diilhami dari tugu yang berdiri sebelum Pesantren dibangun yang dahulunya dinamakan Tugu Bungong Jeumpa. Dan nama tugu tersebut akhirnya menjadi nama Yayasan yang didirikan oleh Abu Manyak yaitu Yayasan Bungong Jeumpa.
Pada awalnya (2001-red) Pesantren Modern Al-Manar hanya menerima santri putra yang berjumlah 71 santri. Sedangkan santri putri baru diterima pada tahun pelajaran 2009/2010. Pesantren Modern Al-Manar menerima santri putri perdana atas permintaan wali santri dan masyarakat sekitar.
Pesantren Modern ini adalah lembaga pendidikan formal terpadu dimana santrinya bermukim di asrama.
Memasuki tahun 2021, dayah tersebut kini memiliki sejumlah fasilitas yang lumayan lengkap, seperti asrama putra, kamar mandi dan toilet putra, ruang kelas, dapur putra, lapangan basket, lapangan bola serta fasilitas olahraga Lainnya.
Sedangkan untuk santriwati, ada asrama putri, kamar mandi dan toilet putri, ruang kelas, dapur putri serta lapangan olahraga.
Untuk fasilitas umum, ada Masjid Jami’ Al-Manar Al-Manar Convention Center, serta Al-Manar Mart Kafe serta balai pertemuan.
Selain pendidikan agama, Al Manar juga memiliki kurikulum pendidikan umum setingkat MTsS dan MAS.
Hal ini pula yang membuat para santri di dayah ini mengukir banyak prestasi di berbagai tingkatan.
Para santri juga diajarkan Tahsin, tahfidz Alquran, ekstrakurikuler, pramuka, silat, pidato 3 bahasa hingga pelatihan menjahit untuk santriwati.
Hal ini pula yang menjadikan para santri disana unggul dan siap saat kembali dalam kehidupan masyarakat.
Para santri ini berasal dari berbagai daerah dan hingga tahun ke 20 mencapai lima ratusan orang. Setengah dari santri merupakan yatim piatu seperti harapan para pendiri. Sedangkan setengah lain diterima secara umum dengan biaya mandiri.
+++
Pimpinan Pesantren Al Manar, Ustadz Ikhram M. Amin, M. Pd, berharap keberadaan Al Manar benar benar menjadi cahaya bagi sesuai dengan harapan para pendiri.

“Kita terus berbenah dan memperbaiki diri,” ujarnya.
“Semua yang diraih saat ini tak terlepas dari kerja keras semua pihak, termasuk dewan guru dan masyarakat sekitar yang membantu,” katanya.
Dirinya berharap Al Manar berjalan sesuai dengan harapan para pendiri, seperti membentuk manusia beriman, berilmu dan bertakwa kepada Allah SWT serta menghayati dan mengamalkannya sesuai dengan tuntunan al-Qur’ân dan al-Sunnah.
Kemudian membentuk kader muslim yang memiliki kecerdasan intelektual dan kecerdasan spiritual, memiliki ketangguhan ilmu dan iman, dan bertanggung jawab terhadap pembangunan masyarakat madani, agama, bangsa dan negara.
Hal lain seperti membangun sumber daya manusia yang menguasai ilmu pengetahuan agama Islam dan ilmu pengetahuan umum, memiliki ketrampilan memadai, memahami dan menghayati ajaran al-Qur’ân dan al-Sunnah. [Advertorial]
Tulisan ini merupakan hasil kerjasama Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh dengan atjehwatch.com dalam rangka promosi wisata islam (dayah) di Aceh.