BANDA ACEH – Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) semakin serius mewujudkan keadilan restoratif (restorative justice) pada sistem peradilan Indonesia. Ditejenpas memeyosialisasikan hal tersebut pascapenetapan wilayah percontohan (piloting project) keadilan restoratif bagi pelaku dewasa di Aceh, Jumat 4 Maret 2022.
Ditjenpas melalui Balai Pemasyarakatan (Bapas) Banda Aceh melaksanakan Rapat Koordinasi dan Sosialisasi Surat Keputusan Bersama (SKB) Implementasi Keadilan Restoratif bagi Pelaku Dewasa di Banda Aceh. Kegiatan tersebut melibatkan Polri, Kejaksaan Agung, Mahkamah Agung, hingga Majelis Adat Aceh.
Kegiatan ini dilaksanakan untuk mendukung penerapan keadilan restoratif bagi pelaku dewasa di Banda Aceh. Pasalnya, Aceh telah terpilih menjadi salah satu dari sepuluh wilayah percontohan. Untuk itu, diperlukan adanya kesepakatan bersama antara Bapas Banda Aceh dengan Aparat Penegak Hukum (APH) lainnya di Banda Aceh.
“Kita semua tahu, Pembimbing Kemasyarakatan (PK) di Bapas berperan penting dalam proses peradilan, khususnya dalam mempengaruhi keputusan hakim. Untuk itu, kita butuh membangun kesepahaman antar-aparat penegak hukum tentang pentingnya penerapan keadilan restoratif. Terlebih saat ini, kondisi lapas dan rutan yang semakin sesak dengan penghuni, jauh melebihi kapasitasnya,” ujar Koordinator Penelitian Masyarakat dan Pendampingan Ditjenpas, Darmalingganawati.
Ia menuturkan, sistem pemenjaraan yang selama ini diterapkan, bukanlah satu-satunya pilihan dalam sistem peradilan Indonesia. Justru sistem pemenjaraan ini telah menimbulkan berbagai masalah turunan.
“Ada banyak alternatif pemidanaan lainnya yang jauh lebih tepat dan bermanfaat. Melalui keadilan restoratif ini, kita berfokus mencarikan solusi pemulihan yang adil bagi semua pihak yang terlibat, baik korban, pelaku, hingga masyarakat,” jelasnya.
Lingga pun menegaskan, penerapan keadilan restoratif di Pemasyarakatan bukanlah hal yang baru. Sebelumnya, melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012, Pemasyarakatan telah berhasil menerapkan keadilan restoratif bagi pelaku Anak.
“Kisah sukses tersebut, membuat Dirjen Pemasyarakatan semakin yakin melakukan langkah konkret restoratif justice tidak hanya kepada pelaku Anak, namun juga kepada pelaku dewasa,” imbuhnya.
Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Aceh, Meurah Budiman, menyambut baik upaya ini. Ia optimis, penerapan keadilan restoratif di Aceh dapat diwujudkan dengan baik, melalui sinergi dan komitmen bersama seluruh APH.
“Apalagi Aceh memiliki keistimewaan berupa penerapan syariat Islam yang mengedepankan upaya damai. Selain itu juga ada peran Majelis Adat Aceh yang juga sangat menjunjung tinggi dan mengupayakan musyawarah. Selama ini banyak permasalahan sudah selesai dengan mediasi dari majelis adat Aceh,” tuturnya.
Sebelumnya, APH di Aceh juga telah mulai menjalankan keadilan restoratif melalui peraturan uang diterapkan di masing-masing instansi, seperti Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana berdasarkan Keadilan Restoratif; Peraturan Kejaksaan (Perja) Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif; dan Yurispudensi Putusan Mahkamah Agung (MA) No.1600K/Pid/2009 Tanggal 24 November 2009.
Pada dasarnya seluruh APH menyepakati isi rancangan naskah perjanjian kerja sama yang sudah disiapkan. Seluruh pihak sepakat akan adanya SKB Implementasi Keadilan Restoratif bagi Pelaku Dewasa di Banda Aceh.