JALANAN di pesisir Banda Aceh relative sepi Selasa malam, 30 Agustus 2023. Maklum, jam sudah menunjukan pukul 23.15 WIB.
Satu unit mobil merek Avanza menepi di dekat sebuah Warkop. Tiga pemuda turun dan melambai ke arah penulis.
Tiga pemuda ini berusia 20 hingga 40-an tahun. Postur tubuh mereka kurus. Mereka berjalan ke arah penulis sambil menoleh kiri kanan guna memastikan tak ada orang yang mengenali mereka. Sedangkan di Warkop, hanya ada penulis dan seorang pekerja.
“Meah trep neupreh. Janji jam 21.30 WIB, dan baroe trok poh dumnoe,” kata salah seorang di antara mereka sambil melihat jam tangan.
“Nyoe janji dilee. Jeut tuleh tapi bek neusebut nama beh dan hana foto (ini janji dulu. Bisa tulis dan tidak ada foto-red),” katanya lagi. Sebut saja, ia bernama Ridwan. Lelaki ini berusia hampir 40 tahun. Ia hijrah ke Jakarta beberapa tahun lalu dan dua tahun belakangan memutuskan untuk pulang ke Aceh karena satu dua alasan.
“Nyoe…(menyebutkan nama-red). Inisial AB. Pernah tinggal di Jakarta, kemudian pulang ke Aceh. Lebih dulu saya pulang sekitar 6 bulan dari dia. Sedangkan jih (pria lainnya-red) baru pulang sekitar beberapa bulan lalu. Pernah berkomunikasi dengan almarhum Imam (warga Aceh yang dibunuh di Jakarta-red),” ujar Ridwan (nama samara-red) dalam bahasa Aceh.
Ketiganya kemudian mencoba tersenyum tapi kecut. Mereka kemudian terdiam agak lama.
“Beutoi lagee droneuh peugah. Kasus almarhum adoe geutanyoe na hubungan dengan Tramadol,” ujar Ridwan.
Nama terakhir kini jadi istilah beken dan tak asing bagi warga baik di Aceh maupun Jakarta.
Dicari dari internet, Tramadol disebutkan adalah obat yang dapat digolongkan sebagai narkotika, bukan psikotropika. Alasannya, tramadol masuk dalam golongan opioid yang biasa diresepkan dokter sebagai analgesik atau pereda rasa sakit dan tidak memberikan perubahan perilaku penggunanya. Tramadol termasuk dalam kelas obat yang disebut agonis opioid.
Jenis obat ini bekerja dengan cara mengubah respons otak dalam merasakan sakit sehingga terjadi efek pereda nyeri. Tubuh manusia menghasilkan opioid yang dikenal dengan endorfin. Maka, dapat dikatakan tramadol mirip dengan zat di otak yang disebut endorfin, yaitu senyawa yang berikatan dengan reseptor (bagian sel yang menerima zat tertentu). Reseptor kemudian mengurangi pesan rasa sakit yang dikirim tubuh seseorang ke otak.
Menurut Ridwan (nama samara-red), mayoritas jaringan Tramadol di Jabodetabek sejak beberapa tahun lalu telah dikuasai oleh orang-orang yang merantau dari Aceh.
“Tidak semua ya. Tapi mayoritas ya, Aceh. Orang kita. Itu dari hulu ke hilir,” ujarnya lagi.
“Itu, perharinya, uang yang beredar miliaran. Bergoni-goni. Semua diservis,” kata Ridwan lagi.
Katanya, Tramadol yang dijual, selain oplosan juga tak memakai resep dokter. Hal inilah yang membuat kerja jaringan ini seringkali berurusan dengan aparat keamanan.
“Orang yang tinggal di Jakarta itu, mereka rata-rata bekerja di perusahaan besar. Berangkat pagi dan baru pulang sore. Itupun belum lagi macet berjam-jam di jalan. Sedangkan malamnya, mereka biasanya ke diskotik atau café-café bersama pasangannya. Secara otomatis jam tidur kurang. Makanya, agar tetap fit dan terlihat segar saat kerja besoknya lagi, mereka mencari obat. Salah satunya ya,…tramadol,” kata dia.
“Ini makanya tramadol laris manis,” kata dia lagi.
Sedangkan AB menambahkan bahwa dirinya sempat turun dalam bisnis ini beberapa bulan sebagai kurir.
“Jadi antar barangnya magrib ke toko-toko hingga pagi se-Jabodetabek. Itu sudah ada lokasi yang ditunjuk sebelum berangkat. Kurir atau driver saja bisa dapat ratusan ribu dalam semalam,” ujar AB.
“Peredaran uangnya mencapai miliaran dalam semalam. Saya pernah bawa sekitar dua goni uang dalam mobil saat pulang,” kata AB.
Untuk menjaga agar bisnis ini tetap aman, kata dia, maka petinggi jaringan bisnis, mematok iuran sebesar Rp10 juta perkios perbulan.
“Namanya uang keamanan. Bayangkan, ada ratusan kios di Jabodetabek. Katanya, uang ini untuk mengamankan bisnis ini. Jadi kios yang setor tak akan diganggu, baik preman maupun aparat keamanan,” ujar AB.
Menurutnya, bisnis ini baik-baik saja hingga akhirnya salah seorang petinggi di salah satu lembaga dibui karena kasus pembunuhan. Kondisi ini membuat jaringan tramadol panik. Apalagi razia dan pengerebekan kios tramadol terjadi di mana-mana.
“Saya pernah ditangkap. Untuk tebus, diminta 35 juta. Alhamdulillah ada uang, kemudian langsung pulang ke Aceh. Saya tobat,” ujar AB.
Karena banyaknya penangkapan, kata AB, kemudian menimbulkan perselisihan sesama petinggi bisnis tramadol.
“Sebahagian kecewa, karena sebelumnya sudah pungutan iuran Rp10 juta perbulan. Tapi saat ditangkap, harus bayar lagi Rp35 juta.”
“Istilahnya, kami sudah bayar uang keamanan Rp10 juta perbulan. Kenapa saat ditangkap harus keluari uang banyak lagi? Kenapa gak pakai uang tadi? Akhirnya pecah, mereka membuat jaringan baru,” kata AB.
“Ada yang cek ke pihak yang tangkapnya. Ternyata uang tebusan yang diminta tak sampai 20 juta. Berartikan ada permainan? Makin banyak yang marah-kan,” ujarnya lagi.
Kata dia, disinilah kemudian puncak persoalan terjadi. Banyak pemilik kios yang juga tramadol kemudian tak lagi menyetor uang bulanan.
“Jadi mereka buat jaringan sendiri. Termasuk cara agar tak tertangkap. Konflik ini sempat memanas dan salah satu korbannya adalah warga asal Sawang Aceh Utara beberapa waktu lalu, yang meninggal. Masih ingat?,” kata AB sambil mengingatkan penulis.
“Ada banyak kematian warga Aceh yang tak tercatat di Jakarta. Rata-rata karena hal ini,” ujarnya lagi.
Karena kondisi kian tak menentu, kata AB, dipakai lah cara-cara kekerasan.
“Jadi pemilik kios yang tak bergabung dan menyetor bulanan, ditakut-takuti. Diculik dan sebagainya. Pelakunya orang-orang kita juga, Aceh. Tujuannya, agar para pemilik kios ini kembali dalam satu barisan. Tapi nyatanya tidak bisa dan semakin parah konfliknya,” kata AB.
Sedangkan untuk kasus almarhum Imam Maskur, kata AB, dia baru 4 bulan membuka usaha sendiri.
“Saya menduga dia tidak masuk dalam kedua kelompok ini. Akhirnya jadi sasaran ditakut-takuti yang berujung dengan kematiaan,” kata AB.
“Terakhir saya komunikasi dengan almarhum sebelum lebaran kemarin. Dia bilang tidak takut. Nyatanya seperti sekarang,” ujar pria berinisial IR lainnya.
Kopi penulis terasa pahit mendengar cerita ketiganya. Nasib para perantau Aceh yang harus bertarungnya nyawa di ibukota.
Kami bubar Rabu dini hari. Jam menunjukan pukul 02.15 WIB. Suasana kian sepi saat itu.
Jelaih that bg!
Terimakasih atas asupan informasi ini.
Semoga generasi Aceh di Ibukota segera taubat.
انا لله وانا اليه راجعون. لا حول ولا قوة الا بالله العلي العظيم.
Hancur lebur lah martabat kita.. Seperti sebuah judul buku. Marwah di ujung bara(bara api).
Jgn Mecari kekayaan dgn menghalalkan segala cara itu Di larang dlm agama Islam.. saudaraku bertaubatlah kepada Allah semoga Allah mengampuni semua kita yang berdosa…. sekecil apapun yang kita berbuat akan ada pertanggungjawaban sama Allah…
Mantap tulisannya bung…
Semangat terus jangan loyo, bongkar semua melalui ujung pena mu dan gerakan jari-jarimu untuk menembus ke jantung mafia Tramadol…
Di paragraf terakhir disebut “Kami bubar Rabu dini hari. Jam menunjukan pukul 02.15 WIB. Suasana kian sepi saat itu.”
Kan di Banda Aceh sudah diberlakukan bahwa warkop wajib tutup jam 00:00
Apa nggak janggal tulisan ini..?
Pantesan orang rame rame pergi ke ibukota untuk mencari kerja di ibukota..padahal di daerah sendiri aja ( @ceh ) klo mau krj lebih dari cukup.knp mesti kesana.saya dah pengalaman thn 2000.
Selagi hukum belum benar2 ditegakkan..aparat keamanan masih menerima setoran sogok ataupun rasuah jgn harap ini semua bisa selesai…
Trm ksh tlh memberikan informasi lewat tulisan yg dikemas sangat menarik.
Seharusnya mereka sadar. Mereka membuat mafia untuk jerat dari sendir Dan yg lain..klw sdh ada korban baru sadar…takutnya sadarnya nanya sementara..seperti makan cabai.pada saat pedas berhenti..tapi so makan lagi
Seharusnya mereka sadar. Mereka membuat mafia untuk jerat dari sendir Dan yg lain..klw sdh ada korban baru sadar…
Na’udzubillah.. Pakon lage nyan buet awak tanyoe lam ranto.. Bek neu peumale nanggroe.. Hana guna udep teuh wahe syedara, han ek ta tanggung jaweub teuma lam kubu.
Ini adalah pertanda berapa susah nya anak muda Aceh mengais rezeki, itu tidak bisa kita salahkan dari satu kondisi, krn mereka ini adalah ingin meningkatkap tarap hidup dari yg tak berpunya menjadi berada, saya Aceh sebenarnya daerah yg bisa di kembangakan, sabang bisa di buka dan bisa lebih maju, dari pada hanya di jadikan sejarah lalu saja, byk yg bisa di kembangakan dan pendidikan mereka juga bukan dari civitas akademik yg punya sertifikasi, bangun lah wahai negriku dab bantu daerah2 yg sempit peluang kerja, seharusnya Pemerintah harus lebih sigap melihat kondisi seperti ini… semoga saja ada perubahan
Seperti saya duga sebelumnya pasti ada sesuatunga kalau gak, gak mungkin….
Cuma ya sudahlah. Nasi sudah menjadi bubur.
Sayang Se1000 Sayang..
Di jakarta
Orang ACEH Dulu di kenal Bos nya rasa MIE..
yaitu “MIE ACEH”
Sekarang di kenal
“”” DRAMADOL ACEH””
TTD. : Sedih’
di jabotabek banyak perantau dari aceh..yang bekerja di proyek..kantoran..bahkan ada sekelompok dari kampung tertentu spesialis bor sumur air jet pum..dan banyak toko service dari tanggerang sampai subang..mereka pekerja keras..nggak seperti sebagian yg cari uang kotor dengan pakaian bersih..
Kajeut wo u Aceh…lebih aman nyaman… Ta kerja peu ygjeut
Sepakat
Padahai di Aceh that luah lampoh.. keupeu jak meuranto tapi bagah that teu peungaroh dengan uang panas, di donya suum di akhirat pih lom.
Berarti ka berhasil program propaganda untuk peureuloh masa depan Awak Aceh.
Nyan kasep beuk jeut keu ubat, bek na le nyang laen ikot2an. Semoga dengan leu ureung Aceh jakbeut bak dayah dan jak sikula jeut ta beundong kemaksiatan dan keumungkaran. Tapi nyang penteng that harus na pantoawan ureung tuha maseng2.
Itulah Indonesia….. Dari sabang sampai merauke, berjajar pulau2….. Rakyat nya banyak yang melarat, pejabat dan aparat banyak yg terlibat…. Halal haram sudah pasti disikat…. Yg penting cuan!!…
#anarkidiRI
#surgadannerakamenanti