BANDA ACEH – Badan Perumus (Banmus) DPR Aceh dan KIP Aceh diduga sengaja ‘menjegal’ pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Aceh melalui qanun lama.
Hal ini akhirnya menimbulkan ketidakpastian hukum serta sangat merugikan salah satu Paslon kontestan pilkada Aceh 2024.
Hal ini diungkapkan mantan anggota KIP Aceh, Munawar Syah, kepada wartawan Jumat sore, 20 September 2024.
“Qanun lama (Qanun Pilkada Aceh nomor 12 tahun 2006-red) disahkan masa pak Pj Soedarmo (Pj Gubernur Aceh-red). Sedangkan qanun pilkada nomor 7 tahun 2024 baru disahkan pada Juli 2024,” ujar Munawar Syah.
Sayangnya, kata Munawar Syah, petunjuk teknis yang dibuat KIP Aceh untuk tahapan pilkada pada Agustus 2024 tetap mengacu pada qanun lama.
Salah satu tahapannya adalah menandatangani kesepakatan untuk menjalankan butir butir MoU Helsinki jika terpilih nanti di depan DPR Aceh.
Hal ini kemudian ditindaklanjuti dengan paripurna DPR Aceh pada 12 September 2024, yang dihadiri oleh Cagub Mualem, Cawagub Fadhlullah dan Cagub Bustami Hamzah.
“Harusnya yang hadir diberi kesempatan untuk penandatangan kesepakatan tersebut. Karena surat pernyataan tersebut bersifat untuk masing-masing (pribadi-red), kemudian untuk pengganti almarhum Tusop bisa diagendakan ulang,” kata Munawar Syah.
Sedangkan berdasarkan Qanun Pilkada Nomor 7 tahun 2024, pada pasal yang sama dan huruf yang sama, tak mensyaratkan penandatangan sepakat menjalankan MoU Helsinki di hadapan DPR Aceh.
“Harusnya dimasukan qanun baru sebagai acuan, tapi juknis pakai qanun lama,” kata dia.
“DPR Aceh memiliki mekanisme tersendiri. Tak mesti dibahas di Banmus dan paripurna,” ujar mantan anggota KIP Aceh ini lagi.
Kesalahan yang dilakukan oleh KIP Aceh ini dinilai menimbulkan ketidakpastian hukum dan merugikan salah satu Paslon di Aceh.