YERUSSALEM – Pemerintah Palestina mengutuk keras langkah Honduras dan Nauru atas keputusan melenceng yang menetapkan Yerusalem sebagai ibukota Israel. Palestina juga siap mengadukan keputusan kedua negara Amerika Selatan itu ke Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).
Keputusan kontroversial itu menyusul aksi Presiden Honduras Juan Orlando Hernandez yang bakal membuka kantor kedutaan negaranya di Yerusalem, awal pekan ini. Seperti diketahui, Israel menganggap Yerusalem sebagai ibukotanya yang tidak terbagi, sementara para pemimpin Palestina melihat bagian timur kota sebagai ibu kota negara masa depan mereka.
Misi pembukaan kantor kedutaan itu akan menjadi perpanjangan dari kedutaan Honduras yang berbasis di Tel Aviv, tetapi Hernandez mengatakan pada Selasa (27/8/2019) bahwa Yerusalem adalah ibu kota Israel. Menanggapi hal itu dalam sebuah pernyataan pada Kamis, (29/8/2019) kementerian luar negeri Palestina mengkonfirmasi akan mengajukan keluhan resmi terhadap Honduras kepada Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres.
Pemerintah Palestina menyebut langkah yang diambil Honduras merupakan agresi langsung terhadap rakyat Palestina dan pelanggaran terang-terangan terhadap hukum dan legitimasi internasional.
“Honduras telah bersekutu dengan negara-negara jahat yang mengabaikan hukum internasional dan sengaja merusak pendiriannya,” kata Anggota Komite Eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina Hanan Ashrawi.
Dia menambahkan bahwa kepemimpinan Palestina akan meninjau kembali hubungan diplomatik dengan Honduras. Menurutnya, status Yerusalem sebagai ibu kota yang diduduki Palestina didukung oleh sebagian besar negara, sejalan dengan kewajiban hukum dan moral mereka untuk penegakkan hukum internasional.
Kecaman juga dilayangkan Ashrawi terhadap Nauru. Palestina mengecam negara kecil Pulau Pasifik di Nauru itu yang baru-baru ini juga mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Menurut dia Nauru juga melanggar kewajibannya di bawah hukum internasional dan Piagam PBB dan harus bertanggung jawab atas pelanggaran tersebut.
Nauru sebagai negara yang tidak memiliki ibu kota resmi dan merupakan rumah bagi 13 ribu orang menyampaikan surat kepada misi Israel di PBB pada 16 Agustus. Disampaikan dalam misi tersebut bahwa Nauru mengaku merasa terhormat dalam melakukan keputusan mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Direktur Jenderal Kementerian Luar Negeri Israel Yuval Rotem dalam cuitannya di Twitter pada Kamis, (29/8/2019) menyebut tindakan Nauru itu mencerminkan hubungan dekat dan persahabatan antara kedua negara.
Sebagai catatan, Israel menduduki Yerusalem Timur yang didominasi oleh penduduk Palestina pada 1967 dan kemudian mencaplok wilayah itu dalam suatu langkah yang tidak pernah diakui oleh masyarakat internasional. Sekitar 200 ribu orang Israel sekarang tinggal di Yerusalem Timur yang diduduki di permukiman yang dianggap ilegal berdasarkan hukum internasional.
Pada Desember 2017, Presiden Amerika Serikat Donald Trump memutuskan dengan beberapa dekade konsensus internasional bahwa status Yerusalem harus diputuskan dalam pembicaraan damai serta mengakui kota itu sebagai ibu kota Israel. Trump juga mengumumkan rencana untuk memindahkan kedutaan negaranya di sana dari Tel Aviv.
Selanjutnya, Kedutaan Amerika Serikat dibuka pada 14 Mei 2018 di Yerusalem dan pada hari yang sama ketika setidaknya 60 warga Palestina yang memprotes keputusan itu di Jalur Gaza, langsung dikepung dan dibunuh oleh pasukan Israel.
Baik Amerika Serikat dan Israel sejak itu mendorong negara-negara lain untuk memindahkan kedutaan mereka dari Tel Aviv ke Yerusalem. Sejauh ini hanya Guatemala dan Paraguay yang melakukannya, kendati demikian keduanya membalikkan keputusan tersebut.[]
Sumber: Republika.co.id