Gedung RSUZA lama terlihat sepi. Tak ada aktivitas berarti pada Senin pagi 7 Desember 2020.
Hanya aktivitas parkir yang terlihat berdenyut serta beberapa pemuda yang berjalan di koridor utama. Pemandangan ini terlihat kontras dengan beberapa bulan sebelumnya.
Beberapa bulan lalu, gedung RSUZA lama yang dijadikan pusat perawatan pasien ‘Corona’ selalu terlihat sibuk dengan aktivitas mobil ambulance yang hilir mudik mengantar pasien serta memulangkan jenazah. Lengkap dengan perawatan berbaju ‘astronot.’
“Banyak kamar di Pinire (RSUZA) kini kosong. Tak banyak lagi pasien terpapar Corona yang dirawat,” ujar seorang petugas di dekat kamar Pinire, RSUZA Banda Aceh, Senin 7 Desember 2020.
Informasi ini tentu cukup mengagetkan. Pasalnya, pasien yang terpapar Corona seolah-olah menghilang di akhir tahun. Konon kabarnya, keadaan ini berlangsung hampir dua pekan terakhir.
“Salah satunya karena RSUZA tak lagi memiliki anggaran yang cukup untuk penanganan pasien terpapar Corona. Inikan masa akhir APBA 2020,” kata sumber atjehwatch.com di lokasi berbeda lainnya.
Awal 2020 lalu, eksektif Aceh melakukan refocusing Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) 2020 senilai Rp2,3 triliun. Sebahagian besar anggaran digunakan untuk penanganan wabah Covid-19 di Aceh. Refocusing anggaran ini tanpa melibatkan DPR Aceh.
Plot anggaran untuk penanganan Corona milik Aceh ini termasuk paling besar dibandingkan dengan provinsi lainnya di nusantara.
Kebijakan ini berimbas pada pemotongan besar-besaran anggaran untuk dayah serta kebijakan public lainnya.
Beberapa pihak sempat memprotes kebijakan ini. Namun akhirnya harus mengelus dada serta pasrah dengan alasan Corona.
Beberapa bulan usai refocusing APBA 2020, jumlah warga Aceh yang terpapar Corona masih minim. Keadaan ini kemudian menuai pujian dari sejumlah kalangan di tingkat nasional. Termasuk dari Presiden Jokowi.
“Kunci penyelesaian masalah ini ada di masyarakat. Pemerintah hanya membuat pedoman, ketentuan, anjuran dan ini tidak akan ada hasilnya kalau masyarakat tidak patuh. Aceh adalah salah satu provinsi yang luar biasa masyarakatnya patuh ,” kata Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto di Media
Center Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Jakarta, Minggu 24 Mei 2020.
Selain itu, Yuri juga menyoroti, peran tokoh masyarakat Aceh dalam rangka memutus rantai penyebaran Covid-19. Menurutnya, tokoh masyarakat seperti tokoh agama, tokoh adat dan tokoh yang lain menjadi kunci keberhasilan dalam memberikan edukasi dan pemahaman kepada masyarakat.
“Pasti ini peran dari tokoh masyarakat, bukan hanya dari peran pemerintah. Tapi tokoh masyarakat memegang peran kunci. Karena saya paham betul masyarakat Aceh itu masyarakat yang masih sangat patuh kepada tokoh-tokoh masyarakat,” tuturnya.
Dengan demikian, dia berterima kasih kepada seluruh tokoh masyarakat Aceh yang telah berpengaruh terhadap upaya melandaikan kurva Covid-19.
Tak hanya itu, Presiden Jokowi juga memberikan pujian yang sama.
“Kita semuanya patut bersyukur. Alhamdulillah di Aceh sampai hari ini, saya tadi dapat laporan dari Pak Gubernur hanya 1.241 kasus,” ujar Jokowi, sapaan akrabnya, saat memberikan pengarahan di Aceh Besar, Selasa 25 Agustus 2020 lalu.
Namun beberapa pekan usai pujian tadi, kasus Corona di Aceh tiba-tiba dilaporkan meroket. Laporan kematian serta warga yang terpapar Corona mengalami peningkatan drastic serta di-update perharinya via media massa.
Keadaan ini berlangsung hingga akhir November lalu.
Banyak pihak yang curiga bahwa laporan peningkatan data warga yang terpapar Corona di Aceh, hanyalah alasan bagi pihak tertentu untuk bisa menggunakan APBA secara leluasa.
Kini, jelang akhir masa anggaran APBA 2020, jumlah warga yang terpapar Corona kembali berkurang. Setidaknya, hal ini dapat dilihat dari kamar di ruang Pinire, RSUZA lama, yang kini mulai kosong.
Juru Bicara Pemerintah Aceh, Saifullah Abdulgani, dalam rilisnya per 25 November, juga mengatakan jumlah warga yang terpapar Corona di Aceh, mengalami penurunan.
Mungkinkah? Atau…