Oleh drg. Misra Hanum, Mahasiswi Program Magister Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Unsyiah
Hingga saat ini pandemi Covid-19 belum menunjukkan tanda-tanda untuk berakhir. Meskipun vaksin telah ditemukan, namun Indonesia sendiri belum mendapatkan persetujuan dari Badan Pemeriksaan Obat dan Makanan (BPOM) untuk bisa disuntikkan kepada masyarakat. Pandemi itu nyata dan masih ada hingga saat ini.
Berbagai upaya dalam pencegahan guna menekan angka terinfeksi Covid-19 telah dilakukan oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah. Salah satu upayanya adalah dengan menerapkan protokol kesehatan 3 M, yakni Mencuci tangan, Memakai masker, dan Menjaga jarak. Di Aceh sendiri, pemerintah juga turut menerapkan program operasi yustisi yang dilakukan di tempat umum seperti warung kopi, jalan raya dan sebagainya.
Dalam operasi ini dilakukan sosialiasi mengenai protokol kesehatan, terutama pentingnya penggunaan masker saat berada dalam kerumunan orang ramai. Pemerintah kota Banda Aceh khususnya, juga menindaklanjuti pelanggar protokol kesehatan yang tidak menggunakan masker dengan pemberlakuan denda seperti yang tertera pada Peraturan Walikota Banda Aceh Nomor 51 Tahun 2020. Masker seolah menjadi trend terbaru di era pandemi ini. Tak ayal masker medis menjadi barang yang langka semasa pandemi dikarenakan minat pasar yang meningkat dan tidak sebanding dengan produksi, hingga harganya pun melambung tinggi. Mengingat pada awal pandemi, belum banyak produksi masker kain yang kemudian menjadi anjuran pemerintah untuk digunakan bagi masyarakat yang bukan tenaga medis. Namun, kini banyak industri terkait telah memproduksi masker yang beragam, mulai dari corak hingga bahan dasar pembuatannya yang beragam.
Pemakaian masker selama masa pandemi ini merupakan hal yang sangat penting untuk diterapkan dalam keseharian. Kita ketahui bahwa Covid-19 ini adalah virus yang dapat menyebar dengan mudah dari individu yang terinfeksi melalui droplet/percikan yang keluar dari hidung maupun rongga mulut mereka terhadap individu yang sehat. Pakar menyatakan, riset laboratorium terhadap virus ini menunjukkan bahwa bahwa droplet yang terkandung Covid-19 dapat bertahan di udara selama waktu lebih dari 1 jam dan sangat berpotensi untuk ditularkan. Riset yang dilakukan oleh departemen Mikrobiologi di The University of Hongkong menunjukkan bahwa masker mampu menurunkan potensi penularan Covid-19 hingga 75 persen.
Berdasarkan panduan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), terdapat tipe masker yang dapat digunakan selama masa pandemi ini. Tipe masker ini meliputi masker kain, masker bedah 2 ply, masker bedah 3 ply, serta masker N95. Wolrd Health Organization (WHO) merekomendasikan masker kain yang terdiri dari 3 lapisan untuk digunakan masyarakat umum yang sehat dan tidak bekerja pada fasilitas kesehatan yang berisiko tinggi terpapar Covid-19. Bagi masyarakat berusia 60 tahun ke atas yang bersiko tinggi, WHO menganjurkan untuk menggunakan masker medis begitu juga bagi masyarakat yang mendampingi atau merawat orang sakit. Masker yang kita lihat kerap beredar di kalangan masyarakat saat ini adalah yang berbahan kain katun dan scuba.
Untuk bahan scuba sendiri saat ini sudah tidak dianjurkan penggunaannya karena kemampuan filternya yang sangat rendah. Sehingga pemerintah menganjurkan masyarakat untuk menggunakan masker berbahan kain berdasarkan rekomendasi WHO yang dapat digunakan berkali-kali setelah dicuci dengan bersih. Akan tetapi, seiring dengan berkembangnya kasus Covid-19 di Indonesia, masyarakat mulai memahami pentingnya menggunakan masker yang baik dan benar. Sehingga muncul paradigma baru bahwa menggunakan masker medis adalah yang terbaik dalam mencegah penularan Covid-19. Masker medis ini mulai beredar kembali di masyarakat dengan jumlah yang mumpuni serta harga yang terjangkau.
Meskipun hanya dapat dipakai sekali, minat masyarakat pada medis ini lebih tinggi karena kepercayaan terhadap kualitas bahannya. Mari kita perhatikan lingkungan sekitar kita saat ini, begitu banyak masker medis dibuang begitu saja pada tempat sampah umum atau bahkan dibuang sembarangan di tempat umum. WHO menyatakan bahwa masker medis ini setelah digunakan maka akan tergolong ke dalam limbah bahan beracun dan berbahaya (B3), dimana untuk pemusnahannya membutuhkan penanganan dan izin khusus.
Masker medis ini terbuat dari bahan meltbond dan spunbond, dimana terbuat dari serat poliester yang tergolong dalam jenis plastik. Meskipun masker kain juga menggunakan bahan baku dasar poliester, namun jenisnya berbeda dari bahan poliester yang digunakan pada masker medis yang lebih sulit untuk diuraikan. Asosiasi Industri, Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) memperkirakan bahwa masalah masker medis akan berkontribusi meninggalkan 500.000 ton skrap plastik di tempat penampungan akhir (TPA) di seluruh Indonesia.
Angka ini diperkirakan akan terus meningkat jika masa pandemi ini terus berlanjut. Permasalahan juga muncul dari segi pengepul sampah masker medis ini. Pada masa pandemi, pengepul enggan untuk mengumpulkan sampah masker medis dikarenakan ketakutan akan tertular Covid-19. Sehingga masker medis yang digunakan masyarakat ini pun tersebar di berbagai tempat pembuangan tanpa dipilah dan dipisahkan terlebih dahulu.
Contoh kecil saja masker yang dihasilkan dari sampah rumah tangga. Melihat kondisi di masyarakat kita saat ini yang belum memilah-milah sampah berdasarkan golongannya menyebabkan masker medis ikut tercampur dengan sampah rumah tangga lainnya. Padahal seharusnya masker medis ini terlebih dahulu dibersihkan menggunakan desinfektan, kemudian dibuang secara terpisah pada tempat khusus. Minimnya pengetahuan masyarakat akan masker medis sekali pakai dapat mencemarkan lingkungan ini memimbulkan problema baru.
Selain bahan yang sulit terurai serta bercampurnya limbah masker medis dengan sampah umum atau sampah rumah tangga lainnya sudah seharusnya menjadi perhatian kita bersama diiringi dengan perhatian tegas dari pemerintah terkait isu tersebut. Maraknya penggunaan masker medis di kalangan masyarakat umum yang sehat menjadi trend tersendiri karena minimnya pengetahuan masyarakat akan bahan masker yang tepat untuk digunakan.
Dalam hal ini, pemerintah patut memberikan sosialisasi yang lebih gencar kepada masyarakat mengenai efektivitas masker kain yang saat ini juga sudah memiliki standar nasional Indonesia (SNI) untuk digunakan oleh masyarakat. Masyarakat harus diberikan edukasi mengenai dampak dari penggunaan masker sekali pakai terhadap penumpukan limbah yang berpotensi mencemari lingkungan. Mari bersama-sama kita perbaiki paradigma bahwa masker medis adalah yang paling aman untuk digunakan oleh siapapun. Masyarakat umum yang sehat cukup menggunakan masker kain dengan SNI yang terdiri dari 3 lapis yang saat ini telah banyak diproduksi. []