ISTRI Wan Jawiw tak menyangka kalau suaminya itu seorang kombatan GAM.
Ia juga tak menyangka jika disambut dengan antusias setiba di Aceh.
“Selama ini, ia tidak pernah mengaku. Saya baru tahu (sekarang-red),” ujar istri Wan Jawiw di sela-sela penyambutan.
Kisah perkenalan keduanya juga terbilang unik.
“Saya dibebaskan 2006. Saat itu, calon istri saya ini adalah tukang masak di tahanan marinir,” ujar Wan Jawiw dalam bahasa.
Ridwan mengaku tak tahu kemana usai bebas. Ini karena ia tidak bisa berbahasa Indonesia.
“Akhirnya saya dekati dia. Awalnya hanya untuk bertahan hidup (makan-red),” kata Wan Jawiw dengan sedikit tersenyum,
Persoalan lain muncul usai keduanya menikah.
“Status saya mantan tahanan, jadi tidak mungkin (masih tetap) tinggal di kantin (dalam tahanan). Akhirnya kami pindah ke kampung istri, Banten,” ujar Wan Jawiw.
Hampir 3 tahun di Banten, Wan Jawiw mengaku baru bisa berbahasa Indonesia. Ia kerja serabutan, mulai dari tukang bangunan hingga lainnya.
“Yang penting bisa bertahan hidup,” ujarnya.
Selama itu pula, Wan Jawiw mengaku memperoleh informasi terkait kondisi Aceh dari pergaulan sehari-hari.
“Namun saya tak pernah bertemu dengan orang Aceh. Menulis dan membaca pun tidak bisa,” kata dia.
Usai pindah ke Bandung, Wan mengaku menjadi pedagang rujak potong.
Ia juga mengatakan beberapa kali mengirim surat ke Aceh yang ditulis istrinya namun tak pernah ada balasan.
Sebelum puasa kemarin, secara tak sengaja ia bertemu dengan seorang sopir truk asal Aceh.
“Sopir itu berbicara bahasa Aceh dan saya tanggapi. Barulah saya kemudian bercerita soal saya. Saya pulang dan minta istri tulis surat serta serahkan pada sopir tadi,” ujarnya.
Surat tersebut akhirnya sampai ke tangan seorang eks kombatan asal Sagoe Sweden.
“Persoalan lain muncul, kami coba sharing dengan beberapa orang tapi tak direspon. Untung saat kami sampaikan sama Bang Is(Iskandar Usman-red) mendapat respon positif,” kata salah seorang eks kombatan di sana.
Al-Farlaky memfasilitasi tiket untuk keluarga Wan Jawiw dan tim penjemputan dari Kualanamu hingga akhirnya tiba di Aceh Timur.
“Saya hanya tak bisa menulis. Kekurangan ini membuat saya harus bertahan hidup di sana. Terimakasih atas bantuan semua pihak yang telah membantu dan menyambut saya di sini,” kata Wan Jawiw.
Di Aceh Timur, Wan Jawiw dan keluarga dipeusijuek. Ia juga disambut oleh rekan rekannya seperjuangan yang masih hidup. Dalam daftar KPA wilayah Peureulak, nama Wan Jawiw selama ini masuk dalam status meninggal dan setiap tahun digelar samadiah. []