BANDA ACEH – Nilai demokrasi di Indonesia semakin merosot berdasarkan kesimpulan seminar yang diselenggarakan oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Syiah Kuala (USK) yang bertema “Seminar Nasional: Refleksi Demokrasi Pasca Reformasi di Indonesia,” Minggu (5/12).
Seminar nasional yang dilaksanakan di Balai Senat USK tersebut menghadirkan tiga pemateri yaitu, Prof. Dr. Firman Noor, MA (Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional), Drs. Erman Anom, MM, PhD (Dekan Fikom Universitas Esa Unggul), dan Dr. Taufik A Rahim, M.Si (Pengamat Politik Lokal).
Prof Firman mengatakan, masa depan demokrasi Indonesia tampak belum akan pulih segera, bahkan berpotensi akan mengalami stagnansi. Selama pandemi covid-19 proses checks and balances (kontrol dan penyeimbang) pada sistem demokrasi di Indonesia melemah. “Bahkan, nantinya eksistensi oligarki akan terus berlanjut, mengingat lemahnya penegakan hukum, sistem pemilu dan kepartaian di Indonesia,” ujarnya.
Hal senada disampaikan Erman Anom, PhD. Ia menjelaskan bahwa demokrasi dan kebijakan di Indonesia masih dipengaruhi oleh oligarki. “Semua bentuk pemerintahan, baik itu demokrasi, teokrasi, dan monarki mampu dikendalikan oleh oligarki yang terdiri atas kelompok kecil dari orang-orang kaya (pengusaha) dan bangsawan,” jelasnya.
Selain itu, Erman juga menyinggung otonomi khusus yang diberikan pusat kepada Aceh. Menurutnya, Aceh belum mampu memanfaatkan demokrasi yang diberikan pusat melalui otonomi khusus. Seharusnya Aceh bisa lebih maju dari berbagai aspek, karena sudah diberi kemudahan untuk mengatur dirinya sendiri. “Aceh jangan melulu menyalahkan pemerintah pusat, tetapi harus pintar mengevaluasi diri mengenai kekurangan yang terjadi selama ini,” ungkapnya.
Pada kesempatan itu, Taufik A Rahim mengungkapkan, demokrasi yang sudah dicapai masyarakat Aceh saat ini masih jauh dari harapan. Partai lokal yang seharusnya mewujudkan kepentingan Aceh, tetapi belum berbuat banyak untuk kebangkitan Aceh. “Triliunan uang yang dikucurkan pemerintah pusat kepada Aceh melalui dana otsus, tetapi dana tersebut tidak beredar di Aceh alias bocor ke luar daerah, seperti ke Sumatra Utara,” sebutnya.
Menurutnya, Aceh belum mampu memanfaatkan kesempatan melalui Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA). Bahkan, UUPA yang direncanakan akan direvisi oleh pemerintah pusat, tetapi belum dibahas secara intens oleh anggota DPR Aceh. Artinya, anggota DPRA mengabaikan UUPA atau kepentingan masyarakat Aceh.
Pada kesempatan yang sama turut dilaksanakan penandatanganan PKS antara tiga fakultas lintas universitas yaitu, FISIP USK, FIKOM Universitas Esa Unggul, dan FISIP Universitas Almuslim. Kerja sama Tridarma Perguruan Tinggi tersebut dalam rangka menyukseskan program Merdeka Belajar – Kampus Merdeka.