Jakarta – Presiden Tunisia Kais Saied memutuskan untuk membubarkan Dewan Kehakiman Tertinggi pada Minggu, 6 Februari 2022. Ia mengatakan badan tersebut sudah menjadi bagian dari masa lalu.
Saied melanjutkan, ia akan mengeluarkan keputusan sementara terhadap dewan itu, namun belum ada rincian informasi ihwal keputusan yang akan diteken.
Dia juga menuduh anggota dewan menerima suap miliaran dan menunda penyelidikan yang sensitif secara politik, termasuk pembunuhan aktivis sayap kiri pada 2013.
Keputusan Saied membubarkan badan yang menangani independensi peradilan itu dinilai sebagai langkah kontroversial. Kebijakan itu akan menyulut perjuangan atas peradilan.
Sebelum membubarkan Dewan Kehakiman Tertinggi, Saied berulang kali melontarkan kritik tajam terhadap para hakim. Dia berulang kali mengatakan tidak akan membiarkan mereka bertindak seakan-akan mereka adalah sebuah negara, bukan menjadi fungsi negara. Saied kerap mengkritisi penundaan putusan pengadilan dalam kasus korupsi dan terorisme.
Saied menghadapi kritik luas karena memberlakukan aturan tirani setelah merebut seluruh kekuasaan. Ia juga dialog dengan seluruh partai politik.
Saied sebelumnya membubarkan pemerintahan dan menangguhkan parlemen pada Juli lalu. Langkah itu digambarkan para lawannya sebagai kudeta.
Dewan Kehakiman Tertinggi adalah sebuah institusi independen dan konstitusional yang dibentuk pada 2016. Kekuasaannya termasuk memastikan independensi peradilan, mendisiplinkan para hakim dan memberikan mereka promosi jabatan. Bulan lalu, Saied mencabut seluruh hak keuangan bagi anggota dewan.
Youssef Bouzakher, kepala Dewan Kehakiman Tertinggi, mengatakan keputusan Saied merupakan upaya untuk membawa hakim di bawah instruksi presiden. “Keputusan presiden adalah ilegal dan asimilasi langsung dari kepresidenan,” katanya kepada kantor berita Reuters.