Banda Aceh – Seiring dengan pencalonannya sebagai Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Aceh, Mawardi Nur kembali menjadi sorotan publik. Meski belum memiliki pengalaman bisnis dan organisasi yang cukup matang, langkahnya untuk maju dalam bursa ketua HIPMI Aceh menimbulkan berbagai pertanyaan dan keraguan di kalangan sejumlah pengamat dan pengusaha.
Sebelumnya, Mawardi Nur juga sempat menjadi perbincangan hangat terkait proses yang kontroversial dalam penunjukannya sebagai Direktur Utama (Dirut) PT PEMA. Proses ini, yang menurut beberapa pihak menyalahi prosedur yang berlaku, seakan memberikan sinyal bahwa jabatan-jabatan penting dalam pemerintahan atau organisasi bisa didapatkan dengan cara yang tidak sesuai aturan.
Keraguan terhadap Kemampuan Mawardi Nur Sebagai Direktur Utama PT PEMA, perusahaan milik publik yang memiliki tanggung jawab besar dalam mengelola aset dan sumber daya Aceh, Mawardi Nur diharapkan untuk menunjukkan kinerja yang kredibel dan profesional. Namun, dengan latar belakang yang masih terbatas dalam dunia bisnis dan organisasi, banyak pihak yang meragukan kemampuannya untuk memegang dua jabatan penting sekaligus, apalagi dengan tuntutan waktu dan pemikiran yang begitu besar.
“Sebagai Dirut PT PEMA, perusahaan ini bukanlah milik pribadi. Ini adalah perusahaan daerah yang seharusnya dikelola dengan penuh tanggung jawab dan akuntabilitas. Saya sangat meragukan jika Mawardi Nur dapat mengelola PT PEMA secara profesional, sementara dia juga berambisi maju menjadi Ketua HIPMI Aceh. Seharusnya, Mawardi mundur dari jabatannya di PT PEMA untuk fokus pada pencalonannya sebagai Ketua HIPMI. Biarlah PT PEMA dikelola oleh sosok yang memiliki kredibilitas, integritas, dan kemampuan yang mumpuni dalam pengelolaan perusahaan daerah,” ujar salah satu tokoh pengusaha Aceh yang enggan disebutkan namanya.
Pentingnya Profesionalisme di PT PEMA Keberadaan PT PEMA sebagai perusahaan daerah harus dijaga dengan integritas dan profesionalisme yang tinggi. Sesuai dengan Qanun No 16 Tahun 2017, yang mengatur perubahan bentuk hukum PT PEMA, proses rekrutmen direksi harus dilakukan melalui fit and proper test yang transparan dan diatur oleh Pemerintah Aceh melalui RUPS. Proses yang tidak sesuai prosedur dapat merusak kepercayaan mitra kerja dan memperburuk reputasi perusahaan di mata publik.
“Pemerintah Aceh dan DPRA harus benar-benar menjalankan fungsinya untuk melakukan pengawasan terhadap PT PEMA. Jangan sampai perusahaan daerah ini dikelola oleh orang yang tidak mampu, sementara pihak yang punya kompetensi justru terabaikan. Proses seleksi yang transparan dan sesuai dengan peraturan yang ada sangat penting untuk memastikan akuntabilitas dan kredibilitas perusahaan,” tegas M. Nur, yang juga berpendapat bahwa Pemda harus melakukan fit and proper test dalam memilih direktur yang kompeten.
Tantangan Bagi HIPMI Aceh Di sisi lain, HIPMI Aceh juga membutuhkan sosok yang benar-benar fokus dan memiliki kemampuan dalam mengelola organisasi ini. Ketua HIPMI Aceh harus bisa mengelola organisasi dengan penuh perhatian dan waktu yang maksimal, serta mampu berkolaborasi dengan pengusaha muda lainnya untuk mendorong kemajuan ekonomi daerah.
“Mawardi Nur belum menunjukkan kinerja yang signifikan di PT PEMA, namun sekarang sudah ingin mengambil alih HIPMI. Ini bisa menciptakan pertanyaan besar tentang prioritas dan komitmennya terhadap kemajuan ekonomi Aceh. HIPMI membutuhkan seorang ketua yang memiliki visi jelas dan dapat sepenuhnya fokus pada pengelolaan organisasi, bukan seorang figur yang terlihat lebih fokus pada ambisi jabatan,” lanjut M. Nur.
Pelanggaran Etika dan Kepercayaan Publik Selain itu, dugaan bahwa Mawardi Nur melanggar etika dalam proses penunjukannya di PT PEMA semakin memperburuk citranya di mata publik. Beberapa pihak menilai bahwa Mawardi Nur belum memiliki kinerja yang terbukti di PT PEMA, namun sudah berambisi untuk mengendalikan HIPMI, sebuah langkah yang dinilai dapat merusak reputasi organisasi tersebut.
“Mawardi Nur perlu mempertimbangkan kembali ambisinya untuk maju sebagai Ketua HIPMI Aceh. Sebagai seorang pemimpin, etika dan tanggung jawab terhadap organisasi dan publik harus lebih diutamakan. Jika ingin mendapatkan posisi yang penting, kinerja dan dedikasi yang jelas dalam sebuah organisasi atau perusahaan harus lebih diperlihatkan terlebih dahulu,” pungkas M. Nur.
Dengan dinamika yang ada, publik berharap agar Pemerintah Aceh dan DPRA segera mengambil langkah-langkah yang tepat untuk memastikan proses di PT PEMA berjalan sesuai aturan, serta mendukung keberlangsungan HIPMI Aceh yang profesional dan transparan.