TORTOR terbilang unik. Ia memiliki segudang solusi untuk setiap persoalan yang muncul. Bahkan untuk persoalan pelik yang orang lain sudah angkat tangan sekalipun.
“Dulu. Usai selesai dari kampus, saya sempat mengajar di salah satu sekolah di Gayo Lues. Di sana kebetulan ada 4 siswa bandel yang guru-guru angkat tangan. Mereka tidak sanggup lagi menghadapi mereka. Saya bilang ke kepala sekolah, Pak biar saya yang urus, kalau saya gak sanggup mengubah mereka dalam 2 bulan, saya istirahat mengajar,” kata Suhardinsyah SPd atau akrab disapa Tortor kepada atjehwatch.com, di Warkop Dekmi Darussalam, Kota Banda Aceh, Sabtu sore 31 Agustus 2019.
“Sayangkan kalau mereka dikeluarkan dari sekolah. Saya merasa terpanggil karena dulu juga bandel seperti mereka saat remaja. Saya tidak mau mereka mengulang kesalahan saya,” kata geuchik berprestasi ini.
Tawaran Tortor akhirnya disetujui. Ia pun akhirnya mendekati 4 siswa tadi dengan mengikuti kebiasaan mereka. 4 siswa tadi mendapat perlakuan istimewa dari Tortor. Ia mencoba berteman dengan ke 4 siswa nakal tadi.
“Saya ajak mereka ke rumah. Rupanya mereka tertarik dengan induk ayam milik saya. Saya kasih ke mereka. Saya bilang, itu anaknya nanti bagi dua. Mereka setuju. Akhirnya setiap ke sekolah, kami bahas soal ayam. Saya nasehati sedikit demi sedikit agar mereka bisa sekolah dengan benar. Saya bilang, bapak dulu kayak kalian juga. Tapi nyesel kemudian. Kalian jangan seperti itu. Coba kalau Bapak bisa bahasa Inggris, kan tidak seperti sekarang,” ulas Suhardinsyah bernostalgia.
“Alhamdulillah, mereka tamat sekolah atas. Tak jadi dikeluarkan. Menurut kabar, dua di antaranya melanjutkan pendidikan hingga ke kuliah,” kata Tortor lagi sambil tersenyum.
Pengalaman selama kuliah dan mengajar, juga diterapkan Tortor di kampong sejak dipercayakan sebagai geuchik Ulon Tanoh pada 2015.
“Di kampong, ada warga saya yang candu judi. Dia agak preman lah di kalangan warga. Semua dijual untuk berjudi. Kulkas serta peralatan rumah lainnya. Mamaknya nangis-nangis. Istrinya juga begitu. Mereka lapor ke saya. Kemudian saya panggil dia. Kebetulan saat itu ada program tanam tomat dengan menggunakan dana desa. Saya kasih dia modal dengan dana desa tadi plus uang pribadi saya. Saya minta dia tanam tomat sekaligus pengawas bagi warga lainnya,” kata Suhardinsyah.
Untuk melihat aktivitas warga tadi, kata Tortor, dia telepon setiap hari serta minta video call.
“Jadi dia ngawas terus. Itu aktivitas warga dikontrol semua. Alhamdulillah, pas panen ternyata banyak. Nah, saat itu dia bingung mau dibawa kemana itu tomat yang lumayan banyak. Saya ambil mobil kemudian kami keliling untuk jualan tomat. Dia sedikit gengsi saat itu. Ia juga heran, saya kok mau berjualan seperti itu. Tapi ketika tomat laku dan uang banyak, dia lebih pede sekarang. Hasilnya, saat ini dia berkebun dengan giat. Ini karena hasil berkebun ternyata lebih pasti dari berjudi tadi,” ujar pria bertampang sangar tapi baik ini.
Menurut geuchik berprestasi ini, semua orang sebetulnya ingin berubah lebih baik. Namun kadang justru tidak mendapat tempat di tengah-tengah masyarakat.
“Untuk orang-orang seperti ini, jangan ditinggalkan sendiri. Dampingi mereka dan beri solusi. Ada kebanggaan tersendiri ketika orang-orang seperti tadi kembali ke jalan yang benar. Ini komitmen saya selama dipercayakan sebagai tetua gampong,” kata dia.
Sekitar pukul 17.30 WIB, Tortor minta izin pamit. Ini karena tugasnya sebagai geuchik Ulon Tanoh mengharuskannya untuk segera pulang.
“Kapan-kapan, coba berkunjung ke kampong abang. Nanti abang ajak keliling untuk melihat Ulon Tanoh sekarang,” ujarnya sambil tersenyum. [Selesai]