Oleh : H. Roni Haldi, Lc
Penghulu Muda KUA Kec. Susoh Dan Mahasiswa Prodi Hukum Keluarga Pasca Sarjana UIN Ar-Raniry Banda Aceh.
Ramadhan adalah anugerah terbesar telah diperuntukkan kepada hamba-Nya yang beriman. Bulan Ramadhan penuh dengan keutamaan dan faedah tak ternilai ketinggiannya. Beruntunglah orang-orang berjumpa dengan Ramadhan dapat merasakan kenikmatan yang takkan dijumpai di selain bulan. Salah satu faedah tertinggi yang diraih oleh mereka yang berpuasa adalah kemampuan untuk bersabar. Sabar dalam ketaatan kepada Allah dan sabar dalam menjauhi kemaksiatan kepada-Nya.
Ramadhan menempa kita untuk mampu melakukan perpindahan kondisi diri atau mendisposisikan diri bangkit keluar dari peluang keburukan mengarah menuju kenikmatan kebaikan. Ia akan memahami dari setiap yang dilihat, didengar, dirasa, dan dipikir yang dijatuhkan menimpa dirinya bukan semata sebagai ancaman atau berupa hukuman, justru memandangnya sebagai suatu tantangan dan tantangan untuk mengakaji memahami hakikat diri lebih dalam. Berusaha melihat yang tersirat bukan hanya yang tersurat lagi tampak terlihat.
Wabah virus Covid-19 telah membersamai kita semenjak sebelum bulan Ramadhan hadir. Memang ada perbedaan yang mencolok tampak terlihat dan dirasa oleh semua orang di Ramadhan tahun ini. Suasana tentunya yang tampak tidak sama dengan sebelumnya. Kebersamaan antara masyarakat yang agak terasa kurang membersamai kita dengan pembatasan aktivitas sosial hingga ibadah. Namun dibalik itu lahir kebersamaan erat antara diri kita dengan keluarga. Hakikatnya adalah berpuasa dalam kondisi pandemik Covid-19 ini membuka lebar peluang kita umat Islam untuk membuktikan jati dirinya sebagai umat yang senantiasa memperoleh kebaikan dari segala kondisi. Baik senang maupun susah, disaat sempit maupun lapang. Semuanya dilakukan dengan kesabaran.
Rasulullah shalallahu alaihi wa salam pernah bersabda : “Alangkah mengagumkan keadaan orang yang beriman, karena semua keadaannya (membawa) kebaikan (untuk dirinya), dan ini hanya ada pada seorang mukmin; jika dia mendapatkan kesenangan dia akan bersyukur, maka itu adalah kebaikan baginya, dan jika dia ditimpa kesusahan dia akan bersabar, maka itu adalah kebaikan baginya” (HR. Muslim).
Abdullah bin Mas’ud mengomentari hadits itu dengan berkata: “Iman itu terbagi menjadi dua bagian; sebagiannya (adalah) sabar dan sebagian (lainnya adalah) syukur.” Sebagaimana dinukil oleh imam Ibnul Qayyim dalam kitab “’Uddatush shaabiriin”. Menunjukkan keutamaan bersyukur dan bersabar atas segala yang Allah berikan kepada kita. Dalam Al-Qur’an, Allah pun memuji secara khusus hamba-hamba-Nya yang memiliki dua sifat ini sebagai orang-orang yang bisa mengambil pelajaran ketika menyaksikan tanda-tanda kemahakuasaan Allah. Allah berfirman:
“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kemehakuasaan Allah) bagi setiap orang yang sangat sabar dan banyak bersyukur” (QS Luqmaan: 31).
Kehidupan seorang mukmin seluruhnya bernilai kebaikan dan pahala di sisi Allah, baik dalam kondisi yang terlihat membuatnya senang ataupun susah. Sabar dan syukur adalah dua hal yang menunjukkan adanya iman di dada seorang yang mengaku mukmin. Ketiadaan syukur akan berakibat kufur yang akan menyingkirkan iman di hati. Demikian pula ketiadaan Sabar akan menghilangkan pengakuan keberimanan seseorang oleh Allah. Namun, patut untuk direnungi, bahwa syukur dapat pula untuk musibah, dan sabar dapat pula untuk nikmat.
Ramadhan menempa kita untuk selalu bersyukur atas limpahan nikmat yang telah Allah beri. Nikmat yang begitu banyak tak terhitung jumlahnya, dan takkan mampu kita menghitungnya mengira-ngiranya. Ingat, sebelum Ramadhan hadir, di sebelas bulan kita hari-harinya selalu makan dan minum tanpa ada jeda. Terpikirkan oleh kita, bagaimana rasanya satu kali waktu saja kita tak makan dan tak minum? Bagaimana rasanya lapar dan haus dialami oleh saudara-saudara kita? Renungkanlah betapa sabarnya mereka menghadapi kepapaan dan ketidakmampuan walau hanya untuk makan dan minum. Kondisi itu makin diperparah jika terus menerus dihimpit dikepung oleh kebijakan yang tak memihak “perut si fakir dan miskin”. Wabah Corona jelas telah berdampak secara ekonomis, tak boleh keluar rumah atau stay at home boleh-boleh saja diterapkan, tapi bagaimana dengan mereka yang tak keluar rumah tak kerja, tak kerja sama saja tak makan? Yang ditakutkan, belum hilang Wabah Corona, muncul wabah baru bernama “kelaparan dan kekurangan”.
Sungguh nikmat itu akan sangat terasa dikala ia telah pergi jauh dari kita. Sungguh nikmat itu akan terasa faedahnya saat ia tak lagi menyertai bersama kita. Puasa Ramadhan adalah madrasah yang mendidik kesabaran. Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, ”Karena puasa adalah bagian dari kesabaran”. Mengenai ganjaran orang yang bersabar, Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az Zumar: 10)
Bersabar atas kesulitan yang dihadapi adalah ciri kelebihan seorang mukmin, apalagi kesabaran itu jelas pesan dari pelaksanaan ibadah puasa Ramadhan. Namun kenyataannya sabar pun ada batasnya hingga tak sampai menjadikan para fakir dan miskin yang penyabar berubah menjelma sebagai orang yang jatuh kepada kekafiran karena kefakiran. Saat ini yang paling tepat dilakukan oleh setiap yang berpuasa adalah menolong agar kesabaran para fakir miskin tak habis kemudian berubah menjadi penyesalan berjamaah, sebab dosa membiarkan mereka dalam kesabaran yang tak berujung.
Ramadhan adalah peluang membantu mengakhiri penantian dari kesabaran para fakir dan miskin. Lewat tangan para dermawan yang sedang berpuasa. Bukan hanya sedekah dianjurkan, bahkan pahala amal shalih pun di bulan Ramadhan ini dilipatgandakan oleh Allah SWT. Jika kita mengatakan diri kita pengamal Sunnah Rasulullah, sekarang lah saat yang tepat untuk membuktikannya, di bulan Ramadhan ini. Karena Rasulullah shalallahu alaihi wa salam adalah orang yang paling dermawan dikala Ramadhan, bahkan kedermawanannya melebihi angin yang berhembus. Ibaratnya demikian, karena Rasulullah sangat ringan dan cepat dalam memberi, tanpa banyak berpikir, sebagaimana angin yang berhembus.
Ramadhan mendidik kita untuk bersyukur dan bersabar. Bersabar sebagaimana para fakir dan miskin menjali hari-harinya tanpa makanan dan minuman. Bersyukur dengan berusaha mengakhiri penantian kesabaran para fakir dan miskin. Karena bersyukur adalah bukti meneladani kedermawanan Rasulullah shalallahu alaihi wa salam.