BANDA ACEH – Rangkaian Webinar sebagai bagian dari Gerakan Nasional Literasi Digital yang pada 20 Mei 2021 lalu telah dibuka oleh Presiden Jokowi kembali bergulir. Kali ini di Kabupaten Aceh Besar dengan mengusung tema “Yuk, Menjadi Produktif di Media Sosial”.
Kegiatan ini berlangsung Kamis, 10 Juni 2021, pukul 09.00—12.00 WIB, mengupas tentang bagaimana meningkatkan produktivitas saat mengakses internet khususnya di media sosial.
Webinar yang menyasar target segmen pelajar dan mahasiswa ini, sukses dihadiri oleh sekitar 500 peserta secara daring. Hadir dan memberikan materinya secara virtual, para narasumber yang berkompeten di bidangnya, yakni Operational Manager PT Mega Laras Lestari, Asrul Sani; Cyber Security Officer, Anwar Fattah; Ketua Yayasan Kesejahteraan Masyarakat Aceh, Alfiatunnur; Associate Editor Buletin Pengabdian Universitas Syiah Kuala, Deni Yanuar; dan Ranitya Nurlita bertindak sebagai key opinion leader. Para narasumber memperbincangkan tentang empat pilar literasi digital, yakni digital culture, digital ethic, digital safety, dan digital skill. Hadir pula selaku Keynote Speaker Dirjen Aptika Kementerian Kominfo, Samuel A Pangerapan.
Ia mengatakan, Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah terkait literasi digital. “Hasil survei literasi digital yang kita lakukan bersama siberkreasi dan katadata pada 2020 menunjukkan bahwa indeks literasi digital Indonesia masih pada angka 3,47 dari skala 1 hingga 4. Hal itu menunjukkan indeks literasi digital kita masih di bawah tingkatan baik,” katanya lewat diskusi virtual. Dalam konteks inilah webinar literasi digital yang diselenggarakan oleh Kementerian Kominfo RI ini menjadi agenda yang amat strategis dan krusial, dalam membekali seluruh masyarakat Indonesia beraktifitas di ranah digital.
Pada sesi pertama, Asrul Sani memberikan materi yang bertema Social Media. Ia mengatakan, penggunaan media sosial bagi organisasi adalah untuk memperlihatkan bagaimana organisasinya dan/atau produk apa yang mereka jual sementara bagi individu adalah untuk “branding” diri mereka sendiri seperti apa.
“Penggunaan itu tentu saja memerlukan niat, ilmu, strategi, dan teamwork. Masing-masing aplikasi mempunyai kelebihannya sendiri dan tergantung kepada manfaat apa yang diperlukan oleh pengguna. Beberapa aplikasi yang digunakan untuk jejaring sosial adalah Facebook, Instagram, dan Twitter. Kemudian ada juga aplikasi yang digunakan untuk self-branding seperti YouTube dan Tiktok,” katanya.
Pembicara kedua, Anwar Fattah memberikan materi tentang Fitur Keamanan dari Berbagai Aplikasi Media Sosial. Ia mengingatakan, data pribadi seseorang bisa tersebar secara tidak sadar saat mengunggahnya di media sosial.
“Kita bisa mengaktifkan Two Factor Authentication yang merupakan metode menambahkan lapisan keamanan pada akun media sosial kita, selain password, untuk meningkatkan keamanan sosial media kita. Contoh dari Two Factor Authentication ini misalnya dikirimkannya kode khusus melalui SMS ke nomor telepon seluler setiap kali ada upaya log in ke akun media sosial yang kita miliki,” katanya.
Tips sederhana penggunaan sosial media adalah sesuaikan dengan kebutuhan atau minat. Misalnya memiliki hobi fotografi atau membuat video dapat menggunakan Instagram dan YouTube. Agar tidak menjadi candu, batasi penggunaan media sosial. Usahakan untuk bisa menjadwalkan waktu penggunaan media sosial pada jam-jam tertentu, dengan begitu kita bisa produktif dengan penggunaan waktu kita.
Pembicara ketiga, Alfiatunnur, menyampaikan materi Smart Brain, Wise Heart. Etika dibutuhkan dalam penggunaan internet dan sosial media. Etika kontemporer merupakan etika elektronik dan online menyangkut tata cara, kebiasaan, dan budaya yang berkembang karena teknologi yang memungkinkan pertemuan sosial budaya secara lebih luas dan global.
“Etika juga berkaitan dengan moral atau pun prinsip-prinsip dari moralitas dan juga berkaitan dengan sesuatu yang benar ataupun salah dalam melakukan sesuatu. Dari data yang dikumpulkan melalui survei, didapati data 32% dari responden pernah menjadi korban kekerasan seksual di media sosial. Sedangkan yang pernah atau melihat anak perempuan mengalami kekerasan di media sosial sebanyak 56%. Survey ini melibatkan 500 anak perempuan di Indonesia dengan rentang usia 15-20 tahun,” katanya.
Terakhir, Eni Yanuar, memaparkan tentang Transformasi Perubahan Budaya Belajar di Masa Covid-19. Kebijakan pemerintah pada masa darurat Covid-19, pertama pembelajaran daring untuk anak sekolah dan juga kuliah daring, tentu saja adalah suatu transformasi yang berdampak besar yang dirasakan oleh masyarakat.
“Resistensi yang pertama dihadapi datang dari guru atau dosen, kemudian tak sedikit juga orang tua yang mengeluhkan media pembelajaran jarak jauh melalui daring (internet) ini. Di mana orang tua yang work from home, harus tetap mendampingi anak-anaknya, khususnya anak yang masih usia dini. Belum meratanya teknologi dalam pemanfaatan media pembelajaran, seperti laptop dan gadget tentu saja juga menjadi kendala, selain belum meratanya jaringan internet di seluruh pelosok daerah di Indonesia.”
Ranitya Nurlita selaku key opinion leader menyampaikan pengalamannya dalam bermedia sosial. Ranitya menggunakan hampir semua platform di media sosial, kecuali Tiktok. Ranitya menggunakan Mendeley, Google Meet, Zoom, Whatsapp, Messenger, BaseCamp, Spark, dan lain-lain. Dia mengakui tidak bisa terlepas dari teknologi di kehidupan sehari-harinya. Platform media sosial dirasa bisa membantu segala hal seperti belajar, mencari pekerjaan, membuat bisnis, dan masih banyak lagi.
Para peserta mengikuti dengan antusias seluruh materi yang disampaikan dalam webinar ini, terlihat dari banyaknya tanggapan dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada para narasumber. Salah satunya Rahmad Zuliansyah memberikan pertanyaan kepada Deni Yanuar, bagaimana solusi untuk menangani para generasi muda yang menggunakan internet secara berlebihan sehingga menimbulkan dampak negatif?
Deni menanggapi, untuk para remaja saat ini, memang sangat gampang dalam mengakses internet. Tetapi tetap bisa dibatasi untuk menggunakan internet, membuat jadwal dalam mengakses internet. Media hanya alat, tetapi kitalah yang memasukkan konten-konten yang memasukkan informasi.
“Maka harus berhati-hati dalam menggunakan internet. Kita tidak bisa melawan, jika tidak, mau tidak mau kita akan tergilas. Jadi kita sendirilah yang memperbanyak penanaman etika dalam mengakses internet.
Webinar ini merupakan satu dari rangkaian 25 kali webinar yang diselenggarakan di Kabupaten Aceh Besar. Masyarakat diharapkan dapat hadir pada webinar-webinar yang akan datang. Webinar berikutnya akan diselenggarakan pada tanggal 16 Juni 2021.
Kegiatan massif yang diinisiasi dan diselenggarakan oleh Direktorat Pemberdayaan informatika Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo RI ini bertujuan mendorong masyarakat menggunakan internet secara cerdas, positif, kreatif, dan produktif sehingga dapat meningkatkan kemampuan kognitif-nya untuk mengidentifikasi hoax serta mencegah terpapar berbagai dampak negatif penggunaan internet.
Pengguna internet di Indonesia pada awal 2021 mencapai 202,6 juta jiwa. Total jumlah penduduk Indonesia sendiri saat ini adalah 274,9 juta jiwa. Ini artinya, penetrasi internet di Indonesia pada awal 2021 mencapai 73,7 persen.[]