SUNGAI Sampoiniet mengalir jernih. Ikan ikan kecil terlihat saling berkejaran di pagi. Sejumlah monyet bergantungan di pohon. Mereka terlihat seolah sedang bercanda dengan sesama. Demikian juga dengan kicauan burung yang terdengar merdu di pagi hari.
Sekitar pukul 09.34 WIB, Bella dan Johana turun ke sungai. Mereka mandi bersama. Keduanya adalah betina.
Bella kini berumur sekitar 39 tahun. Namun tubuhnya masih cukup molek untuk betina seumurnya.
Sedangkan Johana sendiri baru berusia 26 tahun. Ia tumbuh lebih tinggi dari Bella.
Kami diizinkan mandi bersama Bella dan Johana. Dua betina ini juga cukup jinak dan membiarkan kami menyentuh tubuh mereka. Membasuk dan menyikat tubuh mereka dari kepala hingga punggungnya.
Membelai dan memeluknya. Suasana ini berlangsung hingga siang hari.
Hal ini terekam di pedalaman Sampoiniet Kabupaten Aceh Jaya. Lokasi ini berada sekitar 18 kilometer dari Simpang Sampoiniet, jalan Banda Aceh-Meulaboh, di lintas barat selatan Aceh.
Tepatnya CRU Sampoiniet Aceh Jaya. Lokasi ini sekitar 1 jam perjalanan dari Simpang Sampoiniet.
Ke lokasi inilah kami berkunjung pada Selasa 28 Februari 2023 lalu.
Kami, beberapa jurnalis lokal dan anggota Kaukus Pemuda Aceh, tiba di lokasi Selasa malam. Rombongan ini turut disertai Senator DPD RI asal Aceh, HM Fadhil Rahmi Lc MA atau akrab disapa Syech Fadhil.
Para petugas, yang terdiri dari Leader dan Mahout (Pawang Gajah-red) menyambut kedatangan kami dengan tangan terbuka.
Kami bermalam disini untuk menikmati alam Aceh Jaya yang begitu mempesona.
CRU Sampoiniet sendiri merupakan salah satu lokasi pusat konservasi gajah di Aceh Jaya.
“Pusat konservasi ini dibangun untuk melestarikan Gajah serta untuk mengurangi konflik antara gajah dengan manusia. Karena tingginya konflik antara gajah dan manusia, jumlah gajah yang terbunuh juga semakin banyak,” ujar Samsul Rizal, Leader di CRU Sampoiniet.
CRU Sampoiniet ini adalah CRU pertama yang disepakati untuk pendiriannya, lokasi ini terletak di Desa Ie Jeuereungeh, Kecamatan Sampoiniet, Aceh Jaya.
Menurut Samsul Rizal, CRU Sampoiniet awalnya memiliki 4 gajah jinak. Dua jantan dan dua betina.
Dua gajah jantan tadi diberi nama Olo dan Aziz. Sedangkan gajah betina diberi nama Bella dan Johana.
Olo berasal dari Sumatera Utara. Sayangnya, Olo mati tiba-tiba.
“Hingga kini belum diketahui penyebab Olo mati,” kata Samsul Rizal.
Sedangkan Aziz sendiri seusia Bella. Namun saat ini, ia sedang dibawa ke luar Aceh Jaya untuk mengatasi gajah liar di kawasan Tangse.
“Tinggal Bella dan Johana di sini. Keduanya betina. Aziz mungkin beberapa hari kedepan baru dibawa pulang,” kata pria berambut ikal yang akrab disapa Rizal ini lagi.
“Setiap CRU memiliki gajah jinak, betina dan jantan. Tujuannya, saat mereka memasuki usia kawin, nanti bisa mendapat keturunan,” kata Rizal.
Alasan dipilihnya lokasi ini adalah karena sering terjadinya konflik gajah dan juga karena sudah adanya lahan yang disiapkan oleh pemerintah Aceh Jaya untuk penempatan Gajah Jinak, Mahout (Pawang Gajah) dan juga beberapa Ranger yang ditempatkan di CRU ini, dan masyarakat lokal juga dilatih mengenai cara perawatan gajah tersebut.
Kepala Mahout, Ahmady, menambahkan Aceh Jaya merupakan salah satu kabupaten kota yang rentan dengan konflik gajah dan manusia.
“Termasuk paling sering. Dua tahun terakhir meningkat,” ujar Ahmady.
“Ada beberapa kawanan di Aceh Jaya. Sekitar 70-an ekor. Kadang mereka (gajah liar-red) turun bersamaan ke perkampungan dan membuat kami kewalahan,” kata Rizal lagi.
Sementara itu, Syech Fadhil sendiri, mengaku sangat mengapresiasi kerja para pawang gajah di CRU Sampoiniet.
“Tinggal jauh dari keluarga dan mengabdi untuk masyarakat. Ini harus diapresiasi,” ujarnya.
Rombongan kami baru meninggalkan CRU Sampoiniet pada Rabu sore. Meninggalkan Bella dan Johana di sana.







