BANDA ACEH – Tulisan seorang petani di Banda Aceh jadi viral di jagat social media Facebook di Aceh.
Tulisan viral tersebut diposting oleh pemilik akun bernama Halim Perdana Kusuma pada 6 Mei 2025. Ia curhat tentang ‘uang pembangunan’ yang dikutip oleh komite salah satu madrasah negeri di Banda Aceh yang dinilai tinggi untuk kapasitas dirinya yang kini cuma berprofesi sebagai petani.
Berikut tulisan tersebut;
“PEDASMU TIDAK BISA MEMBIAYAI PENDAFTARAN ULANG ANAK SAYA DI SEKOLAH “
Hari ini Pendaftaran ulang untuk anak saya di salah satu sekolah madrasah negeri di Banda Aceh, pendaftaran ulang hanya satu hari mulai jam 08.00 s/d 12.00 Wib. Jauh beberapa hari sebelumnya saya sudah berusaha untuk mencari uang agar bisa membayar uang pendaftaran sekolah anak saya yang kedua, namun apalah daya karena saya seorang ayah bekerja sebagai petani cabai tidak mudah mendapatkan uang sebanyak itu, jangankan membayar uang untuk anak masuk sekolah terkadang untuk jajanan aja terasa berat. Apalagi saya harus membayar uang pendaftaran sekolah anak saya lebih kurang 2 Jutaan walaupun dua kali pembayaran sampai waktu yang telah di tentukan dan belum termasuk saya harus membeli baju seragam serta buku cetak, saya perkirakan kurang lebih mendekati 3 jutaan.ini sangat berat bagi saya yang saat ini ekonomi bisa dikatakan pas pasan, saya sudah berusaha semaksimal mungkin agar anak saya bisa masuk sekolah tahun ajaran baru ini bersama teman teman TK nya, apalah daya saya seorang Ayah yang bekerja sebagai petani untuk saat ini belum bisa mengujudkan pendidikan anak saya ke Jenjang pendidikan selanjutnya seperti kawan kawannya sesama TK. Seperti pribahasa orang Aceh ” menyoe keu Aneuk adak Hana geumita, lam Batee geu Mita keu Aneuk kiban cara beuna” akan tetapi kata- kata itu tidak bisa saya aplikasikan dengan segala kekurangan saya sebai seorang Ayah, karena berbagai upaya saya seorang ayah sudah sekuat tenaga mencari rezeki yang halal agar anak saya bisa sekolah.
Saya berpikir kalau mendaftar anak di sekolah Negeri itu gratis, walaupun tidak semua gratis, minimal saya seorang ayah hanya membeli perlengkapan sekolah seperti baju seragam berapa pasang, sepatu serta tas bagi anak saya. Saya tidak tau ternyata ada uang lain yg harus saya bayar agar anak saya bisa sekolah di sekolah negeri atau sekolah pemerintah. Jam 12.00 hari ini tanggal 5 Mei 2025 saya gagal mendaftarkan ulang anak saya di salah satu sekolah madrasah negeri di Banda Aceh.
Anak ku A Y, maafkan Ayah mu….☹️????
Semoga ke depan ayahmu dimudahkan rezeki oleh Allah agar kamu bisa sekolah seperti teman temanmu…
Wahai tanaman cabaiku, pedasmu hari ini belum bisa membantu anak saya melanjutkan pendidikannya ke tingkat atau jenjang selanjutnya, padahal saya sudah merencanakan jauh jauh hari agar rasa pedasmu bisa membantu saya dan anak saya, bisa membantu meningkatkan ekonomi saya untuk keperluan sehari hari di rumah. Setidaknya bisa membiayai sekolah anak saya, bisa memberi jajan sekolah anak saya setiap pagi dan kebutuhan lain keluarga saya…
Wahai cabaiku, bukan maksud tidak menghargai dan bersyukur apa yang telah Allah berikan rezeki untukku melalui pedasmu, Allah Maha Kaya,Allah Maha Pemberi, Allah tau mana yang terbaik untuk hambanya…
Anak- Anakku maafkan Ayah mu hanya seorang Petani…☹️????????????
#petani #ayahpetani #petanicabai
@sorotan
Tulisan ini turut dikomentari beragam oleh para netizen di Aceh. Mayoritas menyesalkan tingginya ‘uang pembangunan’ dan uang penunjang di salah satu madrasah negeri di Banda Aceh tersebut.
Yang semestinya, menurut netizen, uang pembangunan infrastruktur tak dibebankan pada wali murid atau dengan kata lain ditanggung negara.
Tulisan ini juga diposting ulang oleh warga di sejumlah media social lainnya.
Pemilik akun yang dikomfirmasi wartawan, mengizinkan tulisannya tersebut dikutip. Menurutnya, ada beberapa poin yang dipertanyakan saat pertemuan komite tersebut, seperti program fisik seperti plang nama sekolah dari beton, terus adanya pengadaan westafel beberapa unit, serta pengocoran parkir sekolah.
Jumlah anggaran yang dibebankan ke calon orang tua murid di salah satu madrasah tersebut mencapai dua jutaan lebih. Namun karena alasan ‘kekurangan biaya’ dirinya mengaku tak jadi mendaftar anaknya di sekolah tersebut.
“Tamita sikula laen,” ujar Halim.