PRIA itu bertubuh kurus dan ringkih. Giginya hanya bersisa hitungan jari. Ia berjalan sedikit tertatih-tatih. Maklum usianya sudah 91 tahun.
Ia adalah Nurdin Ahmad, jemaah haji asal Bireuen yang tergabung dalam kloter 9 embarkasi Aceh. Biarpun di ujung senja, Kek Nurdin mengaku sangat semangat untuk berangkat ke tanah suci.
Saat berada di Asrama Haji Embarkasi Aceh, Nurdin tampak sangat ceria dan menyapa semua orang. Sesekali ia menghisap rokok kretek yang ada di tangannya.
Namun dibalik semua itu, ternyata Nurdin memiliki cerita yang berbeda, ia sudah menyimpan keinginan untuk berangkat haji sejak 68 tahun lalu atau tahun 1957 (era presiden Sukarno-red).
Namun faktor roda kehidupan yang belum berpihak kepadanya secara ekonomi, Nurdin baru bisa mewujudkan keinginannya untuk menunaikan ibadah haji pada 2025 ini.
Kala itu, kisah Nurdin, Indonesia baru saja merdeka dan dirinya banyak ingat peristiwa-peristiwa penting itu di kampung halamannya.
Lalu tahun 1957, saat ia masih usia remaja, ia melihat ayahnya berangkat haji dengan beberapa orang Aceh lainnya. Mereka berangkat dengan menggunakan jalur laut dan membutuhkan waktu yang lama.
Ia tak ingat betul berapa lama ayahnya pergi menunaikan ibadah haji, tapi yang dirinya ingat, saat itu naik haji memakan waktu dalam hitungan bulan.
Nurdin muda tak memiliki bayangan tentang seperti Kota Makkah dan Madinah, yang mampu menarik ayahnya pergi dengan perjalanan panjang. Tak ada foto atau gambar yang bisa dia lihat seperti apa kota suci umat islam itu.
Melihat perjalanan itu, Nurdin pun menyimpan keinginan untuk mengikuti jejak ayahnya menginjakkan kaki di tanah suci.
“Dari thon 1957 ka meuhet, lon kalon ayah lon berangkat wate nyan, ngen kapal laot (sudah dari tahun 1957 memiliki keinginan, saya lihat sayah saya berangkat waktu itu, dengan kapal laut),” ujar Nurdin.
Namun jalan hidup manusia kadang berbeda-beda. Secara ekonomi Nurdin berbeda dengan ayahnya.
Beranjak dewasa, ia pun menikah dan melakoni berbagai pekerjaan, mulai tukang kayu, tukang bangunan membuat rumah orang, hingga bersawah.
Dari pekerjaan itu, ternyata hasilnya hanya cukup untuk makan sehari-sehari. Nurdin itdak memiliki cukup uang untuk ditabung, guna berangkat haji.
Tahun berlalu, masa berubah, Nurdin menjalani kehidupan yang berat. Sepertinya perjalanan untuk berangkat haji mulai dilupakannya, seiring keras hidup yang harus dihadapi.
Namun sekitar belasan tahun lalu, ia menyadari usianya sudah memasuki lansia, 77 tahun, keinginan itu kembali memuncak dalam dirinya.
Anak-anaknya pun ternyata sudah dewasa, ia sudah tidak memiliki banyak tanggung jawab. Akhirnya berbekal menjual beberapa petak sawah ia mendaftarkan haji pada 2012.
Kala itu, ia hanya bisa pasrah menunggu antrean, mengingat umur terus berjalan, dan kondisi fisiknya yang terus melemah. Sedangkan masa tunggu haji Aceh sangat lama.
Akhirnya hari yang ditunggu pun tiba, pada saat era-era baru selesai Covid, beberapa tahun lalu, Nurdin mendapatkan panggilan untuk berangkat. Namun kala itu, ia kembali terganjal ekonomi, tidak memiliki cukup uang untuk melakukan pelunasan.
Akhirnya, keberangkatannya ke tanah suci harus ditunda. Ia kembali melunasi pada tahun ini, sehingga ia bisa berangkat.
Saat ini, Nurdin Ahmad, salah satu jamaah haji yang nyaris berusia satu abad ini sudah berada di Kota Makkah. Ia sedang bersiap-siap untuk menyambut puncak haji dalam beberapa hari lagi.
Ia mengungkapkan, selama di tanah suci, ia tidak memiliki permintaan khusus dalam doa, ia hanya berharap bisa beribadah dengan lancar. “Hana yang khusus, cuma doa yang get-get manteng,” ungkapnya.
Selamat beribadah kek Nurdin, selamat meraih keinginan yang kau pendam selama 68 tahun.()