Jakarta – Sejumlah temuan baru terungkap lewat investigasi Komnas HAM terkait kerusuhan berdarah di Wamena, Papua. Kerusuhan di Wamena dipastikan bukan konflik SARA.
Temuan mengenai kerusuhan Wamena ini disampaikan Komnas HAM dalam jumpa pers di Kantor Komnas HAM, Jalan Latuharhari, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (18/10/2019). Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik awalnya bicara mengenai hubungan kerusuhan di Papua dengan insiden di Surabaya.
“Karena kami khawatir itu akan semakin memicu konflik yang berbau SARA, padahal ini sama sekali tidak ada hubungan dengan SARA, karena ada korban juga dari berbagai suku-suku yang ada. Mau dibilang pendatang atau orang asli, sama-sama ada korban,” ujar Taufan.
Menurut Taufan, kerusuhan di Wamena pada 23 September lalu merupakan kerusuhan paling parah di Papua. Itu karena korban jiwa yang mencapai 33 orang dan dampaknya yang sangat siginifikan.
“Tapi memang fakta-faktanya banyak kekerasan yang menimbulkan kematian, pembakaran-pembakaran gedung pemerintah, toko-toko, ruko-ruko, macam-macam. Itu di Jayapura terjadi, di berbagai tempat terjadi, terakhir paling tragis adalah di Wamena, yang juga dipicu oleh satu informasi ada seorang guru Rilis Panggabean yang dianggap memberikan satu hujatan yang berbau rasis. Tapi setelah kita telusuri, tidak terkonfirmasi,” kata Taufan.
Berdasarkan informasi awal yang didapat, Taufan mengatakan memang ada 33 orang yang meninggal dunia. Korban berasal dari berbagai pihak.
“Tapi yang jelas menimbulkan demo siswa yang kemudian dilanjutkan demo oleh ribuan orang dan terjadilah pembakaran, kerusuhan, sampai ada 33 orang (meninggal). Di sini berkembang informasi misalnya ini yang dibantai orang luar, tidak, kami punya data-datanya, meskipun kami tidak mau publikasikan nama-nama dan latar belakang etnis,” ucap Taufan.
Komnas HAM menemukan temuan baru mengenai jumlah korban tewas. Menurut Taufan, jumlah korban tewas bertambah 10 orang.
“Bahkan terakhir kami mendapatkan informasi lagi yang cukup kredibel tapi harus kami konfirmasi ulang lagi, kami cross check, kami sampaikan juga kepada kepolisian untuk meng-cross check. Yaitu ada 10 orang lagi di luar 33 itu. Tapi ini tidak serta dibawa ke rumah sakit, mereka langsung dibawa ke kampung halamannya, di kampung halamannya dibumikan cara mereka,” papar Taufan.
“Sehingga tidak terdeteksi oleh pihak keamanan yang ada di Wamena, di Wamena itu ada 33, itu berdasarkan data rumah sakit. 33 itu pun 31 di rumah sakit, 2 nggak di rumah sakit. Tapi orang Wamena, sempat terdeteksi, tapi ada 10 lagi,” sambung dia.
Taufan enggan merinci 10 orang tewas dalam kerusuhan tersebut. Namun dia memastikan informasi itu didapat dari sumber yang valid.
“Tapi tentunya belum 100% terkonfirmasikan, cuma sumber informasi ini meski kami rahasiakan sumber informasinya, menurut kami kredibel sumber informasinya,” jelas Taufan.
“Tapi itupun Komnas nggak akan berani mengatakan sudah 100%, harus dicross check. Tapi mohon maaf kalau dicross check minggu ini memang agak repot, harus datang ke kampung-kampung yang itu letaknya di Lembah Dani itu harus ke gunung-gunung itu, itukan harus ada persiapan tertentu,” imbuhnya.
Temuan lain yang diungkap Komnas HAM yakni korban tewas kerusuhan dipastikan bukan hanya warga pendatang. Taufan mengatakan warga asli Papua juga ada yang menjadi korban
“Di sini berkembang informasi misalnya ini yang dibantai orang luar, tidak, kami punya data-datanya, meskipun kami tidak mau publikasikan nama-nama dan latar belakang etnis,” Taufan.
Namun dia enggan mengungkap data rinci warga yang tewas, karena khawatir menimbulkan konflik SARA.
“Karena kami khawatir itu akan semakin memicu konflik yang berbau SARA, padahal ini sama sekali tidak ada hubungan dengan SARA, karena ada korban juga dari berbagai suku-suku yang ada. Mau dibilang pendatang atau orang asli, sama-sama ada korban,” ujar Taufan.
Selain itu, Komnas HAM juga menyampaikan pesan untuk Joko Widodo (Jokowi) yang akan dilantik pada 20 Oktober mendatang. Komnas HAM berharap Jokowi menomorsatukan masalah di Papua untuk segera dituntaskan.
“Sampai hari ini kami terus menyampaikan pesan tersebut karena supaya Pak Jokowi sebagai presiden, apalagi sekarang terpilih lagi, tanggal 20 (Oktober) dilantik kembali. Tolong tempatkan masalah Papua nomor satu,” kata Taufan.
Komnas HAM merasa masih ada sejumlah permasalahan HAM yang terjadi di Indonesia. Paling krusial, kata Taufan, adalah tentang Papua.
“Kepada Pak Jokowi, dari mulai kami diangkat menjadi anggota Komnas HAM, selalu kami mengatakan ini ada berbagai masalah hak asasi manusia. Pak, yang paling krusial adalah tentang Papua, ini disampaikan,” imbuhnya.